Oleh Willson Cuaca, Co-founder & Managing Partner, East Ventures
Setiap dari kita memasuki tahun 2021 dengan penuh ketidakpastian dan pengharapan. Pandemi yang masih berlangsung pada saat laporan ini dikerjakan, mengubah setiap aspek dari kehidupan masyarakat dunia. Transportasi, pembangunan, infrastuktur, kapabilitas, aset baik di industri real maupun digital yang dimiliki sebelum masa pandemi, di masa ini mendapatkan ujian daya tahan (resilience) dan daya juang (stress test).
Sebagai pelaku di dunia digital Indonesia sejak tahun 2009, East Ventures merasakan akselerasi penggunaan produk digital yang sangat cepat selama bulan-bulan pandemi. Sejak tahun 2009 hingga 2019, pengguna Internet tumbuh dari 30 juta ke 167 juta, atau bertambah 137 juta selama 10 tahun. Selama bulan Mei 2020 ke Desember 2020, hanya dalam 8 bulan pertumbuhan pengguna internet meningkat 25 juta.
Jumlah pengguna baru Internet yang biasa dicapai dalam 3 tahun, selama masa pandemi virus Covid-19 diakselerasi dalam 1 tahun.
Tahun lalu, kami meluncurkan riset perdana berjudul East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI), dalam upaya memetakan dampak perkembangan ekonomi digital di seluruh penjuru Indonesia. Di saat semua headline terkunci kepada pertumbuhan pesat ekonomi digital di Tanah Air, kami punya pertanyaan berikutnya: seberapa merata?
Melihat Nusantara yang begitu luas dan beragam, seharusnya perkembangan Indonesia tidak bisa diukur hanya dari hiruk pikuk Ibu Kota Jakarta. Kita juga harus mengukur perkembangan ekonomi digital dengan melihat dampak teknologi terhadap kehidupan nelayan di garis pantai terluar, petani di tiap pulau besar dan kecil, dan pelajar yang tinggal di lokasi terpencil. Sudahkah ekonomi digital membantu mereka mendapatkan kesempatan yang sama, atau belum?
Laporan EV-DCI 2021 ini adalah bentuk komitmen kami terhadap semangat inklusif ekonomi digital, dengan harapan dapat mengajak segala kalangan untuk gotong royong membantu memenuhi janji ekonomi digital yang merata.
Dengan adanya pemetaan per provinsi yang jelas, kita seharusnya dapat menemukan potensi unik, perbaikan yang diperlukan, juga peluang perkembangan dan investasi sektor di masing-masing 34 provinsi di Indonesia.
Di edisi terbaru ini, kami turut mengundang tokoh-tokoh dalam ekonomi digital untuk berbagi perspektif. Mulai dari para pengambil kebijakan di pemerintah, regulator, pemimpin korporasi raksasa, hingga founder startup-startup terbesar di Indonesia, hadir di laporan ini.
Kami berterima kasih yang sebesar-besarnya untuk waktunya yang sudah diluangkan: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Banyuwangi 2010-2021 dan Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Abdullah Azwar Anas.
Harapan kami, perspektif mereka bisa memberikan panduan tentang arah perkembangan Indonesia, seperti kompas yang bisa membantu kita menavigasi peta perekonomian digital dengan memanfaatkan data yang dihimpun dalam EV-DCI.
EKONOMI DIGITAL INDONESIA MERUPAKAN KETAPEL MENUJU INDONESIA EMAS.
Dalam perjalanan Indonesia menuju era pasca-pandemi, gaung ekonomi digital Indonesia sangat keras terdengar. Presiden Joko Widodo telah menegaskan komitmen pemerintah RI terhadap industri digital.
Presiden mendorong agar segala hambatan yang muncul akibat pandemi Covid-19 justru dimanfaatkan sebagai momentum dalam mempercepat transformasi digital, karena teknologi adalah kunci terpenting untuk Indonesia yang lebih efisien dan makin produktif.
Selama lebih dari satu dekade berinvestasi di Indonesia, kami telah menyaksikan ratusan entrepreneur bekerja keras untuk memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang mereka punya untuk mengubah gerak ekonomi Indonesia dengan teknologi. Setiap satu perusahaan rintisan baru yang mereka dirikan, setiap produk baru yang mereka perkenalkan, dan setiap talenta baru yang mereka rekrut adalah satu langkah lebih jauh menuju era keemasan ekonomi digital Indonesia.
Dampak positif dari perkembangan ekonomi digital terhadap perekonomian Indonesia tidak pernah terlihat sejelas satu tahun belakangan. Teknologi dan perubahan yang dibangun oleh para startup satu dekade terakhir telah membuat masyarakat lebih siap dalam menghadapi tantangan dan keterbatasan yang muncul tiba- tiba akibat pandemi Covid-19.
Misalnya, penduduk Indonesia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dari rumah mulai dari membeli bahan pokok, memesan makan dari restoran, hingga mengakses informasi. Ini bisa terjadi karena Indonesia telah punya infrastruktur e-commerce yang andal, mulai dari platform e-commerce.yang mudah digunakan, sistem pembayaran online.yang lengkap, akses internet cepat, hingga jangkauan layanan logistik yang luas.
Semua itu, tentunya, adalah hasil kerja gotong royong dan jatuh bangun para startup, korporasi, dan pemerintah dalam mendorong perekonomian digital.
Peran penting pelaku ekonomi digital di saat pandemi telah dirasakan di semua sektor. Pada saat jutaan UMKM harus menutup tokonya, mereka mempunyai pilihan untuk beralih berjualan online. Tren ini terlihat dari 2,5 juta pedagang baru yang bergabung ke Tokopedia selama pandemi.
Lalu ada Ruangguru, platform sekolah online yang disediakan secara gratis oleh startup tersebut telah dimanfaatkan oleh lebih dari 10 juta siswa di penjuru Tanah Air, setelah Menteri Pendidikan mengumumkan bahwa semua kegiatan belajar mengajar berpindah dari offline ke online.
Di sektor pariwisata dan perjalanan yang merasakan hantaman terbesar pada awal pandemi, kehadiran platform daring seperti Traveloka membantu hotel dan destinasi wisata bisa pulih lebih cepat, membangun kepercayaan kepada masyarakat untuk berwisata domestik sambil tetap menjalankan protokol kesehatan.
Pandemi memang menarik ekonomi digital Indonesia sedikit ke belakang, tetapi bukan berarti jalan menuju era keemasan semakin jauh. Ibaratkan, ekonomi digital Indonesia dan segala potensinya adalah batu yang kita genggam. Selama lebih dari satu dekade kita telah membangun ekosistem digital yang lengkap untuk menggali dan melepaskan potensi tersebut, seperti karet ketapel yang terkokang.
Lalu muncul Covid-19, yang memukul hampir semua sektor perekonomian termasuk membuat banyak startup terpaksa mengerem pertumbuhan pesatnya. Ini membuat batu perekonomian digital Indonesia tertarik ke belakang.
Namun, karet ketapel yang tertarik makin kencang justru memperkuat momentum karena pandemi juga memicu lompatan adopsi digital. Menurut laporan SEA eConomy 2020, 1 dari 3 pengguna layanan online di Indonesia sepanjang tahun lalu adalah pengguna baru. Adapun, Menurut Digital Indonesia 2021, kini sudah ada lebih dari 202,6 juta pengguna internet di Indonesia yang setara dengan 73,7% populasi.
Krisis akibat pandemi telah membuat karet ketapel meregang lama. Roda perekonomian belum bisa berputar normal selama aktivitas masyarakat dan bisnis masih dibatasi demi keselamatan bersama. Akan tetapi, dalam setahun terakhir, startup yang tahan banting (resilience), mengelola bisnis dengan penuh kehati-hatian (prudent), dan disiplin dalam mengejar pertumbuhan bisa bertahan, bahkan beberapa mencatatkan kinerja terbaiknya. Mereka mempertahankan karet ketapel tetap terjalin kuat.
Hanya saja, ingat, karet yang meregang terlalu lama dan tertarik terlalu kuat, malah akan putus. Karena itu, pengendalian penyebaran wabah harus menjadi prioritas. Setelah pandemi bisa teratasi, Indonesia bisa melepas genggaman dan melontarkan ekonomi digital Indonesia melesat membubung tinggi ke era keemasannya.
Ketika ekonomi digital Indonesia melesat terbang, kami berharap batu tersebut membawa serta seluruh masyarakat Indonesia dalam perjalanannya, bukan hanya DKI Jakarta atau provinsi di Pulau Jawa saja, tetapi seluruh masyarakat di 34 provinsi di Tanah Air. Alangkah digdayanya Indonesia.