Senin, Mei 6, 2024

Kesenjangan digital dan cara beradaptasi di ruang maya

Must read

Tema diskusi “Menyikapi Kesenjangan Digital Antar Gender dan Kelas Sosial” kembali dibawakan dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Tema diskusi dibahas dari perspektif empat pilar literasi digital: digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.

Diskusi dipandu oleh TV Host Neshia Sylvia dengan menghadirkan empat narasumber: Rizqika Alya Anwar (Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia), Cahyono (Pendidik di MA Nur Iman), Mohammad Adnan (CEO Viewture Creative Solution), dan Arif Hidayat (Dosen Universitas Negeri Semarang). Ikut bergabung Vindy A. Endge (Pencipta Konten) sebagai key opinion leader.

Bicara tentang kesenjangan digital, Mohammad Adnan mengatakan, tidak lepas dari penggunaan teknologi. Di era revolusi 4.0 kemajuan teknologi semakin pesat dan memudahkan pekerjaan manusia. Kecanggihan teknologi dengan beragam fasilitasnya jangan sampai memperalat manusia sebagai pengguna, oleh sebab itu perlu peningkatan kecakapan digital agar teknologi tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Digital skill atau kecakapan digital adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK, serta sistem operasi digital.

Penggunaan teknologi digital, secara data berdasarkan gender, menunjukkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data BPS, pengguna teknologi dari kelompok laki-laki lebih banyak daripada kelompok perempuan, meskipun tidak signifikan. Dari sisi sosial ekonomi, kesenjangan digital terlihat dari belum meratanya akses menggunakan teknologi, sehingga ada sebagian masyarakat yang belum bisa mengakses internet. Selain itu, dari segi kualitas penggunaan, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan literasi digital.

“Faktor terjadinya kesenjangan dapat terjadi karena masalah finansial, belum meratanya infrastruktur, perbedaan gaya hidup, kurangnya literasi digital serta kurangnya pemanfaatan teknologi,” kata Mohammad Adnan.

Untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi digital, kata Adnan, dapat dilakukan dengan cara membuat konten yang baik dan positif. Konten digital dapat berupa tulisan, audio, video, dan grafis yang diproduksi dengan tetap memerhatikan sisi etika. Artinya, konten yang dibuat haruslah sesuatu yang mengandung manfaat.

“Buatlah konten atau produk yang sesuai karakter dengan membandingkan kelemahan dan kekurangannya, lakukan riset untuk mengetahui target audiens, setelah itu kreasikan hasil riset dan modifikasi. Agar lebih menarik, konten harus dikemas dengan menggunakan takarir yang menarik, informasi yang edukatif, informatif, yang menghibur dan yang memberi inspirasi,” jelasnya.

Tingkatkan kecakapan membuat konten dengan memanfaatkan berbagai penyedia layanan gambar berlisensi gratis seperti Pixabay dan freepik, potongan video clip di vidsplay dan Motions Element, atau file audio di Youtube Audio Library.

Sementara itu Rizqika Alya Anwar (Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia) menambahkan, kemajuan teknologi telah mengubah aktivitas dengan cara dan pola baru yang lebih mudah, cepat, dan efisien. Namun ada sisi lain transformasi digital yang mesti dipahami, yaitu bagaimana menerapkan etika dan netiket.

Bermain di ruang digital, modal pertamanya adalah niat dan tujuan yang baik agar tahu media digital itu akan digunakan untuk hal apa. Artinya penggunaan teknologi, baik itu untuk keperluan pekerjaan, belajar, bahkan hiburan harus digunakan dengan lebih bijak. Pengguna harus paham apa yang boleh dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan di ruang digital.

“Sebagai bangsa yang multikultural Indonesia dikenal sebagai warga yang ramah, dan identitas tersebut perlu dijaga dan dibawa ke ranah digital. Komunikasi di ruang digital hendaknya dilakukan dengan baik, sehat, benar, dan dapat diterima di ruang digital,” urai Rizqika Alya Anwar.

Berinternet harus berada pada koridor kesadaran dengan niat yang baik, selalu berpikir sebelum berbuat. Punya integritas atau kejujuran, tidak membuat informasi menyesatkan atau menggunakan karya orang tanpa izin. Berani bermedia berarti harus berani menanggung risiko terhadap segala yang dilakukan. Serta bermedia untuk tujuan kebajikan, memberikan kebermanfaatan, serta mengedepankan nilai kemanusiaan. 

“Banyak orang merasa bebas melakukan apa pun karena kepemilikan akun. Namun, meskipun bebas, tetap harus bisa mengontrol diri. Karena pada setiap yang dilakukan itu ada jejak digital yang ditinggalkan. Oleh sebab itu kita harus punya self-awareness atau waspada, kontrol diri, memiliki rasa empati kemampuan sosial yang baik,” ujar Alya.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article