Senin, Mei 20, 2024

Membangun kompetensi mumpuni mengarungi era digital

Must read

Guru dan pengelola web SMAN 1 Karanganyar Pratiwi Idha Rochani menuturkan, pengguna digital perlu memiliki kompetensi untuk menyeleksi dan menganalisis informasi saat berkomunikasi di platform digital. “Seleksi dan analisa informasi sesuai netiket, misalnya ingat selalu keberadaan orang lain di dunia maya seperti halnya di dunia nyata,” kata Pratiwi saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Paham Batasan di Dunia Tanpa batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (8/10/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu Pratiwi menyebut seleksi dan analisa informasi dilakukan sesuai netiket maupun dengan menerapkan standar perilaku online yang sama dengan yang kita jalani di dunia nyata. 

Contohnya ialah, tidak melakukan hal yang dapat merugikan para pengguna internet lainnya, memanfaatkan internet untuk membentuk citra diri yang positif, menghormati privasi orang lain, saat memberi saran dan komentar secara baik, hormati waktu dan bandwidth orang lain.

“Termasuk hanya mengakses hal yang baik dan bersifat tidak dilarang, serta tidak melakukan seruan atau ajakan yang sifatnya tidak baik,” tegas Pratiwi.

Pratiwi menyebut seleksi dan analisis yang tidak sesuai netiket contohnya adalah menyebarkan berita hoaks, berita bohong dan palsu juga menyebarkan ujaran kebencian berupa provokasi, hasutan, maupun berupa hinaan.

“Yang tak sesuai netiket itu juga menyebarkan pornografi, konten cabul dan eksploitasi seksual, kemudian pencemaran nama baik, penyebaran konten negatif serta penipuan,” kata dia.

Adapun dalam bertransaksi, kata Pratiwi, perilaku tak sesuai netiket bisa berbentuk penipuan voucher diskon, perjudian online, juga casino.

“Upaya membentengi diri dari tindakan negatif saat masuk ke dunia digital, pengguna internet bisa mengantisipasinya dengan membayangkan kira-kira kita meninggalkan jejak digital pasif ataupun aktif seperti apa,” katanya.

Jejak digital pasif merupakan jejak yang muncul secara otomatis. Contohnya seperti browsing, history data, terkait situs mana yang dikunjungi, sampai dengan pilihan pengaturan dan cookies berupa data kecil yang disimpan saat mengunjungi situs. Sementara jejak digital aktif adalah sejak yang dibuat secara sadar. 

Contohnya seperti bergabung mendaftar di sebuah situs atau aplikasi pengguna memberikan informasi data diri, share location, pengguna menyebarkan sebuah artikel dari sebuah situs dari pengguna lain.

“Jangan sampai terjadi kasus jejak digital seperti yang menimpa seorang gadis gagal magang di badan antariksa milik Amerika Serikat atau NASA karena berkomentar kasar di Twitter,” kata dia. Dalam kasus tersebut, NASA akhirnya membatalkan kesempatan bagi gadis tersebut untuk magang setelah banyak warganet yang menangkap layar kata-kata kasarnya dan menyebarkannya di media sosial dengan #nasa.

Narasumber lainnya, entrepreneur dan konsultan bisnis Widiasmorojati mengungkapkan, kemerdekaan berekspresi termasuk di ruang digital memang menjadi salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia sebagaimana negara Indonesia. Indonesia telah menjamin kebebasan berekspresi sejak awal kemerdekaan melalui UUD 1945.

“Namun kebebasan berekspresi di ruang digital perlu menghormati dan mengakui kebebasan orang lain juga, sehingga ada batasan, norma dan aturan hukumnya,” kata dia.

Terkait aspek keamanan digital, Widiasmoro menekankan kebebasan tidak sekedar memanfaatkan kelebihannya. Namun juga harus memperhatikan aturan dalam rangka melindungi data-data pribadi tiap pengguna. Baik diri sendiri dan orang lain.

“Jangan sampai data pribadi dengan mudah kita serahkan atas persetujuan kita sendiri tanpa meneliti lebih jauh persyaratan yang ditawarkan, ini yang harus diwaspadai semua pengguna,” kata dia.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber praktisi pendidikan Anggraini Hermana, researcher Farco Siswiyanto R, serta dimoderatori Ayu Perwari juga Cintia Kharani selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article