Rabu, Mei 8, 2024

Waspada terjerat pinjol ilegal, digital skills harus ditingkatkan

Must read

Era digital di Indonesia ibarat dunia yang tidak bisa dirasakan namun dampaknya bisa terasa. Dampak itu seperti adanya hoaks, provokasi yang terjadi di postingan media sosial, maupun kejahatan cyber lainnya.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Reskrimsus Polda Jawa Tengah Kombes Pol Johanson Ronald Simamora dalam webinar literasi digital dengan tema ”Sinergitas Polri dan Masyarakat dalam Kenormalan Baru di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo secara serentak di seluruh Kabupaten/Kota yang ada Jawa Tengah, pada Rabu (27/10/2021).

Johanson mengungkapkan ada berbagai kasus yang ditangani tim Polda Jawa Tengah pada 2021 ini. Beberapa di antaranya yakni pornografi, perjudian online, pencemaran nama baik, penipuan online, ujaran kebencian, manipulasi data, hingga hoaks atau berita bohong.

“Kasus yang menjadi trending yang tengah ditangani Polda Jawa Tengah yakni pinjaman online (pinjol) ilegal,” katanya.

Johanson menyatakan dalam kasus ini, pihaknya berhasil menangkap debt collectornya. Sementara untuk pelaku masih dilakukan perburuan. “Korbannya berada di Jawa Tengah, pelaku di Jakarta, dan kantor di Yogyakarta,” kata dia. 

Menurutnya, kasus ini menjadi sorotan karena peminjam dari pinjol ilegal ini terjebak dalam bunga yang terlalu tinggi sehingga mengalami gagal bayar. Penyedia jasa pinjol ilegal ini juga kerap melakukan teror dan mengintimidasi keluarga peminjam apabila belum melunasi utang.

Selain itu juga, data pribadi peminjam kerap disebarkan tanpa sepengetahuan pemilik data. “Korban yang gagal membayar utangnya diancam disebar foto yang mengandung pornografi,” ujarnya.

Dalam penanganan kasus pinjol ini, lanjut Johanson, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi petugas. Ia menyebut kasus pinjol melibatkan sel-sel pelaku yang tersebar di berbagai wilayah baik dalam maupun luar negeri sebagai jaringan yang terpisah satu sama lain.

Sehingga dibutuhkan anggaran besar untuk melakukan penindakan yang melibatkan pemain lokal dan warga negara asing ini. “Kasus pinjol ilegal merupakan kejahatan menggunakan teknologi informasi sehingga dibutuhkan kemampuan penyidikan high tech crime investigation,” katanya.

Tantangan lainnya, kata Johanson, yakni sulitnya penerapan pasal pidana yang disangkakan karena aturan terhadap pinjol belum komprehensif serta dibutuhkan kejelian dan ketelitian penyidik mempelajari setiap kasus yang ada.

Penyidik harus dapat menemukan perbuatan pidana yang dapat disangkakakan. “Penyidik harus banyak menguasai aturan perundang-undangan seperti ITE, perlindungan konsumen, pencucian uang, administarasi kependudukan, dan lainnya,” katanya.

Johanson menyebut petugas juga mengalami kendala berupa kesulitan pelacakan terhadap server induk pelaku pinjol yakni server yang berada di luar negeri dan server tidak terlacak lokasinya.

Dari kasus pinjol ilegal ini, Polda Jawa Tengah pun mengeluarkan beberapa rekomendasi agar bisa meminimalisir kejahatan serupa.

Adapun rekomendasi itu yakni mendorong Bank Indonesia untuk membuat regulasi ketat terkait sistem kerja payment gateway dengan merchant di Indonesia dengan cara wajib melakukan survey lokasi kedudukan para merchant.

Kemudian mendorong Kominfo untuk membuat regulasi terkait penggunaan hardware berupa simbox atau modem pool yang digunakan pelaku untuk blasting SMS (layanan pesan singkat). Selanjutnya, mendorong Kemenkominfo untuk mengubah regulasi terkait aktivasi sim card dengan cara menggunakan sidik jari.

“Rekomendasi selanjutnya yaitu mendorong Kementerian Koperasi untuk meningkatkan pengawasan survey kedudukan koperasi yang mendaftarkan diri. Lalu, peningkatan literasi keuangan digital sebagai edukasi kepada masyarakat terkait kegiatan fintech melalui aspek legal dan logis,” ucapnya.

Narasumber lainnya, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, Santi Indra Astuti mengatakan untuk bisa menghindari kejahatan digital salah satunya terjerat pinjol ilegal ini, masyarakat harus meningkatkan digital skills.

Digital skills ini merupakan salah satu dari empat pilar digital, yang  merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) serta sistem operasi digital.

Dasar-dasar dari digital skills ini yaitu pengetahuan menggunakan perangkat keras digital seperti handphone maupun PC, kemudian mengoperasikan piranti lunak atau software serta aplikasi. Selain itu juga pengetahuan tentang mesin telusur dalam mencari informasi data dengan memasukkan kata kunci dan memilih berita yang benar.

Ia juga mengungkapkan dalam menggunakan piranti lunak atau aplikasi untuk berkomunikasi, supaya tidak sekedar untuk ngobrol. Namun juga harus memahami fungsi dan cara kerjanya, bagaimana berinterkasi berkomunikasi maupun bertukar data. “Pengguna harus paham bagaimana cara menggunakan dan mengamankan diri agar tidak menjadi sasaran kejahatan,” ucapnya.

Dipandu moderator Kneysa Sastrawijaya, webinar yang diikuti sekitar 2.300 peserta kali ini juga menghadirkan narasumber Hikmahanto Juwana (Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani), Romo Melkyor (Pastor Paroki St. Theresia Bongsari Semarang), dan Duta Wisata Jawa Tengah 2019, Sri Rejeki, selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article