Kementerian Komunikasi dan Informatika kembali menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Jumat (1/10/2021). Tema “Adaptasi Literasi Digital Bagi Penyuluh Agama” dikupas oleh empat narasumber menggunakan pandangan empat pilar literasi digital yang meliputi, digital culture, digital ethics, digital skills, dan digital safety.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Nadia Intan (presenter) ini menghadirkan Nuzran Joher (anggota komisi kajian ketatanegaraan MPR RI), Evi Sopandi (peneliti madya Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan), Khamdani (Kasi Penyuluhan Agama Islam dan SI Kemenag Jateng), Afief Mundzir (Kabid Penaiszawa Kemenag Jateng) sebagai narasumber. Serta Riska Yuvista (Miss Halal Tourism Indonesia (2018) sebagai key opinion leader.
Kabid Penaiszawa Kemenag Jateng Afief Mundzir mengatakan bahwa lompatan arus teknologi begitu luar biasa pada era revolusi 4.0 di mana teknologi menjadi kebutuhan dasar di hampir semua dimensi kehidupan. Oleh karenanya seluruh masyarakat, khususnya penyuluh agama harus mengikuti percepatan transformasi. Budaya menumbuhkan belajar memanfaatkan teknologi menjadi kunci dalam mengukuti arus perubahan zaman masa kini melalui penguatan literasi digital.
Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif atau kecakapan dalam menyajikan konten, serta kecakapan teknikal atau keterampilan dalam membuat konten yang tidak melanggar hukum.
“Menumbuhkan budaya literasi digital harus disertai dengan pendekatan kultural. Penyuluh agama harus memperhatikan konteks kultural masyarakat. Kepiawaian atau kecakapan kognitif dan konstruktif dalam menyampaikan konten-konten agama merupakan keterampilan mendasar. Pun kemampauan komunikasi, pola pikir kritis, dan kreatif menjadi elemen untuk mengembangkan literasi digital,” jelas Afief Mundzir kepada 250-an peserta webinar.
Peneliti Madya Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Evi Sopandi menambahkan bahwa penyuluh agama selan harus membudayakan kebiasaan untuk bersinggungan dengan media digital, juga harus memiliki kecakapan digital yang mendukung kegiatan dakwah agama. Di era reformasi digital ini informasi sangat melimpah, sebagai penyuluh agama perlu memahami dan memfilter produksi dan distribusi pesan keagamaan yang akan disampaikan.
“Kompetensi kecakapan digital yang mesti dikuasai oleh peyuluh agama adalah kemampuan untuk mengakses atau mendapatkan informasi menggunakan perangkat digital. ia juga harus mampu menyeleksi dan memahami maksud informasi yang akan disampaikan,” jelasnya.
Ada filtrasi sebelum informasi itu dapat disampaikan kepada masyarakat, yaitu menganalisis informasi dengan melihat plus dan minus konten, memverifikasi dengan melakukan konfirmasi silang untuk mencari kebenaran informasi. Mengevaluasi konten dengan mempertimbangkan mitigasi risiko informasi tersebut, memproduksi atau menyusun informasi dengan keakuratan yang jelas dan memperhatikan etika. Baru didistribusikan dengan mempertimbangkan siapa yang akan mengakses informasi tersebut.
“Penyuluh agama perlu berpartisipasi dalam berbagi informasi yang baik dan etis melalui media digital, serta berkolaborasi atau bekerjasama dengan pemangku kepentingan untuk mendistribusikan informasi yang jujur, akurat, dan etis,” imbuhnya.
Kasi Penyuluhan Agama Islam dan SI Kemenag Jateng Khamdani juga menambahkan bahwa dalam memproduksi dan mendistrubusikan informasi perlu didasari dengan etika. Sebab komunikasi digital memiliki karakteristik global, artinya dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural sehingga sangat memungkinkan pertemuan secara global yang menciptakan standar baru dalam beretika.
“Dalam membuat dan membagikan ulang informasi penyuluh agama harus mempunyai kesadaran atau memiliki tujuan yang baik, memiliki integritas atau kejujuran karena informasi di media digital sangat berpotensi untuk dimanipulasi dan menggoda pengguna untuk bertindak tidak jujur. Penyuluh agama juga harus memiliki rasa tanggung jawab bahwa informasi yang disampaikan selalu terdapat risiko-risiko dibaliknya, oleh sebab itu etika bermedia digital adalah dengan selalu membagikan kebaikan.
Sementara Anggota Komisi Kajian ketatanegaraan MPR RI Nuzran Joher juga memberikan tambahan dalam kaitannya keamanan dalam bermedia digital. Aman bermedia digital berarti pengguna dapat melakukan proses kegiatan bermedia dilakukan dengan aman dan menciptakan kenyamanan.
“Agar aman bermedia, pengguna dalam hal ini penyuluh agama harus mampu mengembangkan keterampilan kritis dalam menganalisis informasi agar tidak terjebak pada kejahatan digital, serta mampu meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak terlalu berlebihan dalam membagikan informasi atau identitas pribadi,” jelas Nuzran Joher. (*)