Senin, Mei 20, 2024

Fana yang mempesona, bisa menjebak Anda

Must read

#SeninCoaching:

#Lead for Good: Create traction over ephemerality

Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

Dari sebuah sudut Gunung Pananjakan 2600 meter di atas laut, matahari mengganti warna Semeru berkali-kali. Fana itu mempesona.” – Puisi Goenawan Mohamad, saat ke Kawasan Bromo.

Tiga kata terakhir, “Fana itu mempesona”, boleh kita interpretasikan juga bahwa tiap hal yang mempesona di dunia ini, tempat kita hidup sekarang, pada galibnya fana. Bukan keabadian. Di dalamnya bisa termasuk pesona pekerjaan keren berpenghasilan sangat signifikan, jabatan penting di perusahaan besar atau di BUMN, tantiem setiap tahun yang sudah dipastikan oleh peraturan, bisnis yang tetap bisa untung kendati ada krisis akibat pandemi, Jaguar Sport di garasi, pesawat jet di hangar …, semuanya itu fana. Bisa berubah setiap saat.

Apalagi pesona-pesona yang bergantung pada “matahari kekuasaan”. Begitu cahayanya mulai redup, mulai temaram, memasuki senjakala, kefanaannya sudah dapat diprediksi. Biasanya orang-orang yang terpesona olehnya lantas mulai pada panik, mengerahkan segala taktik untuk menolak fana.

Karena setiap nikmat yang mempesona tersebut di atas sering juga disertai kepedihan, kepahitan, korban perasaan saat untuk meraihnya, beban yang berada di sisi lain dari pesona dalam satu keping mata uang yang sama tersebut, sesungguhnya juga fana. Sama-sama tidak kekal.

Ketidaknyamanan panjang dampak pandemi sekarang ini, dengan izin Tuhan mestinya fana juga. Demikian pula para penipu, yang culas dalam bisnis, menelikung niat baik rekanan usaha demi mengenyangkan nafsu mereka, semua fana. Setiap saat kematian menjemput mereka.

Sekiranya banyak di antara kita sekarang ini merasa seperti berstatus diasingkan dari habitat masing-masing, seperti kaum interniran, akibat krisis tersingkir dari kenormalan (kenyamanan) sebelumnya, maka mereka sesungguhnya juga tengah menghadapi situasi fana.   

Jika kita merasa diasingkan atau seperti mengalami status “pembuangan politik”, barangkali perlu  belajar dari Bung Karno. Pada 1934 Sukarno diasingkan oleh kolonialis Belanda ke Ambugaga, sebuah kampung di Ende, Flores. Tidak ada listrik dan untuk mandi mesti bawa sabun ke Wola Wona, sebuah sungai berbatu di sana.

Persahabatannya dengan Gerardus Huijtink SVD, seorang pastor Gereja Katolik Ende, dan peluang membaca buku di perpustakaan biara St Yosep dekat rumah pengasingannya, serta kedekatannya dengan masyarakat setempat, membuat Bung Karno tetap kreatif di tengah masa-masa suntuk itu. Melahirkan 12 naskah sandiwara untuk Kelimoetoe Toneel Club, grup teater beranggota warga lokal. Dalam otobiografinya Sukarno antara lain menulis, kegiatan tersebut “mengisi detik-detik yang suram ini.” Dituturkannya juga, “Ini besar artinya bagiku.”

Periode dibuang oleh pemerintah kolonial, menjalani “Detik-detik yang suram”, bagi Bung Karno merupakan hal fana yang tidak dapat dielakkan. Sebagai tokoh pergerakan politik yang diasingkan dari habitatnya, ia juga mengalami goncangan batin, merasakan pelbagai gejolak di benaknya.

Bung Karno dalam catatan pribadinya mengakui ketidaknyamanan, kerisauan, ketidakpastian; sebaliknya juga mengungkapkan kebahagiannya saat bisa berkreasi mengembangkan kegiatan teater bersama warga setempat, menulis naskah. Ia tidak menampik semua yang dirasakannya.  

Tapi Bung Karno kemudian memilih melakukan kegiatan yang lebih bernilai dan bisa jadi legacy, terutama bagi masyarakat yang dipimpinnya. Sebagian perenungannya untuk kemerdekaan Indonesia juga lahir pada masa pembuangan di Ende.

Perilaku berani mengakui semua gejolak perasaan seperti Bung Karno tersebut, sekian tahun kemudian, terbukti sangat penting bagi setiap individu yang berniat memimpin, di level mana pun. Sebagaimana hasil studi Peter Bregman dan tim selama 25 tahun terhadap para eksekutif, leaders, di pelbagai organisasi bisnis, nonprofit, pendidikan, pemerintahan, dan militer. Sukses kepemimpinan seseorang sangat dipengaruhi oleh keberaniannya merasakan semua hal yang terjadi dalam dirinya.

And what I have learned from our leadership work is that emotional courage is not just an idea, it’s a muscle,” kata Peter Bregman (Leading with Emotional Courage, 2018). Sebagaimana otot-otot lainnya, keberanian emosional bisa dikembangkan lewat latihan. “If you are willing to feel everything, you can close the gap between strategy and execution.”

Kemauan dan kemampuan mengelola semua perasaan tidak nyaman, apalagi ketika menghadapi periode ketidakpastian, dan kesungguhan mengolahnya menjadi energi kreatif, merupakan bagian proses pembentukan otot-otot kepemimpinan. Kepemimpinan itu perjalanan menanjak, selalu membutuhkan traction.

Sebaliknya, kalau seseorang sering memendam perasaan, dengan alasan “tidak enak” atau “nunggu memilih hari baik” (yang kenyataannya tidak pernah tercapai) untuk menyampaikan kebenaran, maka gejolak rasa yang menumpuk bisa berubah jadi monster. Dapat disimak di sekitar kita, sering terjadi para eksekutif yang tiba-tiba meledak marah nggak keruan, bahkan hanya terpicu oleh urusan tidak fundamental. Benar, kan?

Selain cenderung menampik menghayati gejolak rasa dan menolak berlatih mengembangkan diri, perilaku kontraproduktif tersebut muncul indikasinya akibat mereka juga melihat jabatan, dan kemewahan yang menyertainya, sebagai tujuan hidup yang mempesona; bukan hal fana.

Kenapa banyak orang masih terpesona, dan terjerumus, pada level fana itu, padahal kita tetap terus perlu traction untuk menempuh tanjakan hidup berikutnya – untuk meraih keabadian?

Mohamad Cholid is Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com) &Head Coach at Next Stage Coaching.

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment (GLA 360)
  • Certified Global Coach Group Coach & Leadership Assessment.

Alumnus The International Academy for Leadership, Germany.

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article