Jumat, Mei 17, 2024

Mekanisme pemilihan Ketum PBNU disepakati gunakan sistem voting

Must read

Setelah melalui pembahasan panjang dalam sidang pleno 1 Muktamar NU ke-34 di Lampung, tata tertib (tatib) pemilihan Ketua Umum (Ketum) PBNU akhirnya disepakati. Hasilnya, mekanisme pemilihan ketum akan menggunakan sistem pemungutan suara atau voting.

“Untuk ketua umum, setiap cabang dan wilayah lebih dulu mengusulkan nama. Siapa saja boleh mengusulkan nama,” kata pimpinan sidang pleno 1 sekaligus Ketua Komite Pengarah atau Steering Committee (SC) Mohammad Nuh di arena muktamar, Kamis (23/12/2021).

Nuh menjelaskan, setiap calon Ketum PBNU yang diusulkan oleh PWNU nantinya harus mengantongi minimal 99 suara. Setelah itu, para calon akan diminta bermusyawarah lebih dulu untuk menentukan siapa sosok yang akan maju.

“Syarat minimal dari usulan tadi, siapa saja yang mencapai 99 suara atau lebih, itulah yang masuk menjadi calon ketum. Siapa yang dapat 99 suara atau lebih kemudian diminta bermusyawarah di antara mereka. Apakah si A atau si B saja yang maju,” tutur Nuh.

Kalau musyawarah itu tak menemukan kata sepakat, Rais Aam yang akan memilih siapa kandidat yang berhak maju. Kalau ternyata calonnya lebih dari satu orang, kembali akan dilakukan voting.

“Kalau di antara kandidat itu belum dicapai mufakat, maka akan dikonsultasikan ke Rais Aam terpilih. Terserah Rais Aam, apakah mau merekomendasikan satu, dua atau tiga. Itu terserah Rais Aam,” ujarnya. “Kalau Rais Aam sudah memberikan persetujuan dan calonnya lebih dari satu, barulah divoting lagi. Siapa yang dapat suara terbanyak, itu yang akan menjadi Ketum,” lanjutnya.

Mekanisme tersebut sudah disepakati oleh forum sidang pleno I. Menurut Nuh, pelaksanaan pleno tersebut berakhir dengan lancar. “Sudah disepakati semua. Alhamdulillah sudah clear. Yang penting suasana terakhir: habis makan malam, kita salat isya dan sebagainya. Suasananya sangat nyaman, baiklah,” jelas Nuh.

Usulan Musyawarah Mufakat

Sebelumnya, sejumlah PWNU mengusulkan agar pemilihan Ketum PBNU dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta Samsul Ma’arif, misalnya, mengusulkan agar pemilihan Ketua Umum PBNU sama dengan pemilihan Rais Aam, yakni dengan menggunakan sistem AHWA (Ahlul Halli Wal Aqdi).

“Paling tidak usulan ini dapat meminimalisir money politics dan keterlibatan pihak-pihak luar yang tidak terkait dengan NU dengan alasan kepentingan politik. Pemilihan langsung lebih banyak mudharatnya, terutama ukhuwah an nahdliyah, ini akan renggang dan berpotensi saling menjatuhkan di antara masing-masing pendukung,” urai Samsul kepada wartawan, Selasa (21/12).

Untuk diketahui, sistem AHWA adalah mekanisme yang diterapkan untuk memilih Rais Aam PBNU oleh sembilan ulama senior dengan cara musyawarah mufakat. AHWA beranggotakan sembilan ulama NU senior yang dipilih dengan kriteria berakidah ahlussunnahwaljamaah al nahdliyah, wara’, zuhud, bersikap adil, berilmu (alim), integritas moral, tawadu, berpengaruh, dan mampu memimpin.

Senada dengan Samsul, Ketua PWNU Papua Toni Wanggai menawarkan solusi damai atau jalan tengah melalui musyawarah mufakat. Dengan demikian, hasil pemilihan tersebut dapat diterima oleh kedua belah pihak.

“Demi kemaslahatan ukhuwah umat nahdliyin, karena baik Buya Said Aqil maupun Gus Yahya Staquf adalah ulama terbaik, dan keduanya murid atau ‘orang dekat’ Gus Dur yang berkapasitas di level nasional maupun internasional,” kata Toni dalam keterangan tertulis, Kamis (23/12/2021).

Toni menambahkan, melalui musyawarah mufakat, NU sebagai ormas Islam terbesar di dunia akan semakin disegani, kuat dan bermanfaat untuk kemaslahatan pembangunan umat, bangsa dan negara. Lebih jauh, NU juga akan mampu berkiprah dalam membangun perdamaian internasional.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article