Senin, Mei 20, 2024

Melihat realitas dengan seribu mata

Must read

#SeninCoaching

#Lead for Good: Compose and wait

Oleh Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

 If your pictures aren’t good enough, you aren’t close enough.” – Robert Capa.

Kublai Khan menitahkan bagian legal kerajaan agar mata Li Jinbao dibikin buta dengan semburan bisa ular kobra. Itu hukuman bagi Li Jinbao atas tindakannya membunuh anak seorang jenderal, saat dia melarikan diri dari tahanan – dan, di tengah padang tandus, ia ditangkap lagi oleh pasukan Mongol.

Tujuan Kublai Khan adalah menaklukkan Li Jinbao agar bersedia menjadi kawulanya, sebagai pelatih bela diri di istana. Dalam satu serangan tahun 1262 ke Kuil Wudang, China Selatan, yang dicurigai menyembunyikan pemberontak, 25 anggota pasukan terlatih Mongol tewas dilawan oleh Li Jinbao sendirian, sebagai rahib yang wajib mempertahankan kuil, sebelum akhirnya ia terpojok dan ditahan. Kublai Khan rupanya terkesan atas kemahiran Li Jinbao.  

Setelah musim dingin lewat dan Li Jinbao berhasil mematangkan jurus-jurus kungfu-nya dalam kondisi buta, terjadi dialog antara Kublai Khan dan Li Jinbao sembari main bidak dan minum anggur di satu ruangan istana, antara lain begini:

“Jangan lupa ya, Sampeyan dihukum buta karena telah membunuh anak Subutai,” kata Kublai Khan. Subutai adalah jenderalnya yang setia.

“Tentu tidak akan lupa,” jawab Li Jinbao. Para Rahib Kuil Wudang menggunakan hidup mereka untuk menggapai kasunyatan, puncak keheningan. Hanya pertapa yang berhasil mangatasi dirinya mampu menemukan Dao (Jalan). “Itulah misteri kegelapan di balik misteri dan Anda telah menghadiahi saya. Buta? Saya sekarang malah dapat melihat dunia dengan seratus mata.” Lantas Li Jinbao melangkahkan bidaknya di papan permainan. 

Hasil negosiasi saat itu: Kuil Wudang lainnya di China tidak dibakar tentara Mongol, Kublai Khan membiarkan Daoism berkembang, setelah Li Jinbao bersedia menjadi pelatih kung fu para pejabat istana dan Altai, putra mahkota.

Itu cerita One Hundred Eyes, bagian dari serial Marco Polo (Netflix), yang menurut ahli sejarah 20%-nya sesuai cerita sebenarnya.

Jika Li Jinbao buta dapat melihat dengan seratus mata, para fotografer menurut saya sesungguhnya mampu melihat dunia dengan seribu mata. Sebuah foto dalam pemahaman selama ini diyakini sebagai wujud keberhasilan seorang fotografer menangkap momen yang berkelebat dan cahaya yang menyertainya.

Ada yang menilai foto sebagai upaya fotografer mengabadikan suatu event – saat-saat tertentu yang dianggap penting, karena menyenangkan, mendebarkan, atau mungkin juga memilukan – untuk disimpan secara visual.

Tapi, benarkah dokumen visual tersebut bisa abadi? Bukankah setelah foto dipajang dalam suatu pameran, atau tercetak di koran dan majalah, serta tersebar ke delapan penjuru angin lewat komunikasi digital media sosial, ia tidak sama lagi, ia dimaknai berbeda-beda oleh setiap manusia yang menyimaknya, dengan benak masing-masing yang sudah dibentuk oleh keyakinan, budaya, cara pandang, dan kemauan berlainan?

Ribuan orang melihatnya, ribuan persepsi ia lahirkan, maka ia pun bisa dikatakan terbebas dari peran mengabadikan satu sudut pandang.   

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article