Minggu, Mei 19, 2024

Menjaga sikap bermedia digital dengan nilai spiritual

Must read

Teknologi internet secara signifikan telah membentuk cara berpikir, berinteraksi, berperilaku dan berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat digital. Kebudayaan digital pun akan terus berkembang di kalangan masyarakat dan terus meningkat seiring meningkatnya frekuensi penggunaan internet, baik kuantitas maupun kualitas, yang kini sudah merambah seluruh lapisan masyarakat.

“Tapi ada banyak hal yang harus diwaspadai terkait perkembangan budaya digital ini, pilah yang baik dan buang yang buruk,” kata Ketua STINU Kebumen Bambang Sucipto saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Bermedia Digital yang Manfaat, Nyaman, Aman dan Sopan Sesuai Kaidah Islam” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (23/11/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Bambang mengatakan dampak negatif internet bagi anak misalnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perubahan struktur otak, mengganggu perkembangan kognitif, mengganggu daya ingat, daya tangkap memori, kemampuan motorik dan sensoriknya.

“Anak pun jika terlalu lama berinteraksi dengan internet bisa mengalami kecanduan atau adiksi yang mempengaruhi mental anak,” kata Bambang. Lalu secara fisik, akan bisa menimbulkan mata kering, sakit kepala, nyeri leher, kurang nafsu makan dan gangguan tidur.

Adapun dampak lain secara psikologis dan menonjol antara lain terjadi pelanggaran hak cipta dan kekayaan intelektual antar pengguna. Juga menurunnya ketersediaan lapangan kerja, munculnya berbagai informasi hoaks dan timbulnya budaya kemalasan bergerak. Serta munculnya berbagai macam dan bentuk kejahatan digital.

Bambang pun mendorong adanya penerapan konsep qulan selamatan dalam penggunaan teknologi digital. Yakni qulan beriman yang berupa ucapan atau kalimat yang mulia tidak menghina, merendahkan, mengejek, menyakiti hati.

Kemudian, konsep qulan marfan, yakni bahasa atau jawaban yang baik yang mengandung hikmah dan nasihat yang menyejukkan serta tidak menghasut dan qulan syadida yakni menjaga perkataan atau kalimat yang benar, lurus, jujur dan tegas akan kebenaran serta tidak bohong atau hindari hoaks.

“Pilih kalimat yang tepat sesuai situasi dan kondisi masyarakat, kalimat yang lemah lembut simpati dan empati jadi perhatikan sebelum mengekspos atau mengakses informasi,” sebut bambang.

Bambang menambahkan, yang harus diingat saat menerima informasi dan akan membagikannya, ialah melakukan pengecekan maupun mengingat apa tujuannya, manfaat dan faedahnya. Apa pesan atau info yang akan disampaikan juga kepada siapa pesan itu ditujukan serta pikirkan kapan waktu penyampaiannya di mana pesan itu disampaikan dan bagaimana situasi saat pesan disampaikan.

Narasumber lain webinar itu pengajar pesantren Aswaja Nusantara Zain Handoko mengatakan hal yang paling mencemaskan dalam dampak derasnya informasi adalah radikalisme, online plagiarisme, berita bohong atau hoaks.

“Maka dari itu pengguna perlu cerdas dan kreatif. Produktiflah di media sosial serta kritis terhadap informasi yang kita terima,” kata Zain, seraya mendorong pengguna memperhatikan penggunaan huruf kapital dan kutipan, serta hindari personal attack lalu aktif dalam online forum untuk diskusi yang produktif, maupun penggunaan akun media sosial sebaik-baiknya.

“Jangan pernah kita menyalahgunakan untuk hal yang dapat merugikan diri sendiri,” pesannya. Webinar yang dimoderatori Knyessa Sastra Wijaya itu juga menghadirkan narasumber Abdul Rohim selaku redaktur Langgar.co; ketua PCNU Kebumen M. Dawamudin, serta Greget Putra Buana sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article