Senin, Mei 13, 2024

Slow living Lulu Tobing

Must read

Oleh Farid Gaban

Aktris sinetron Lulu Tobing ngetop belakangani karena membicarakan prinsip “hidup lambat” (slow living) yang dia terapkan sehari-hari. Pada dasarnya, slow living adalah cara hidup yang lebih simple, sederhana.

Ada komentar nyinyir di medsos yang mengatakan Lulu bisa menerapkan “slow living” karena dia sudah kaya, sudah punya segalanya.

Slow living Lulu disebut sekadar romantisme kembali ke dasar (back to basic) di tengah kehidupan serba glamour dan kompetitif di kota-kota besar.

Menurutku, slow living tidak memerlukan prasyarat. Kita tak harus menjadi seperti Lulu Tobing (kaya, cantik dan terkenal) untuk menerapkannya.

Ini slow living versi saya dan yang saya ajarkan kepada anak-anak:

Bersyukur. Mensyukuri apa yang kita miliki dan diberikan Allah: nafkah, kesehatan, keluarga, pertemanan dan persaudaraan.

Menikmati masa sekarang. Kita bisa merenung dan belajar dari masa lalu tapi tidak terikat padanya. Kita bisa membuat perencanaan dan menatap masa depan tanpa tanpa harus mengejarnya mati-matian. Mengalir saja.

Masa kini adalah berkah. Itulah kenapa “present” (kini) disebut “present” (hadiah).

Mensyukuri apa yang di depan mata. Misalnya: menikmati ngopi dan ngobrol dengan teman sambil mendengar gemericik air di telinga kita; menikmati warna-warni bunga di kebun; memandangi langit senja di cakrawala; merasakan kulit menyentuh embun dan rerumputan, berjalan tanpa alas kaki di pematang sawah.

Be yourself. Menjadi diri sendiri. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain, dalam prestasi maupun harta. Tak ada rasa iri; tidak akan merasa diri tak punya harga.

Work with what we have. Mulai bekerja dari apa yang kita punya. Tidak memaksakan diri. Tak banyak prasyarat. Kreatif dan inovatif memanfaatkan apa saja yang tersedia di sekeliling kita.

Abundance mentality. Jika merasa berkelimpahan, kita akan cenderung lebih santai dan hidup lebih menyenangkan. Kita percaya bahwa semua hal akan cukup buat semua orang. Dan kita akan ditantang untuk membuat semua hal cukup bagi semua orang. Itu menumbuhkan kerjasama dan gotong-royong. Mendahulukan kerjasama dari kompetisi.

Hidup sederhana, memiliki seperlunya. “Ketika kita hidup sederhana,” kata filosof Henry Thoreau, “alam semesta menjadi jauh lebih sederhana. Kesendirian bukan kesepian. Kemiskinan bukan kemiskinan. Kelemahan bukan kelemahan.”

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article