Sabtu, April 27, 2024

Taliban, juga Afganistan

Must read

Oleh Idrus F. Shahab

Pemerintah berkuasa di siang hari, Taliban di malam hari…

Bertahun-tahun Afganistan larut dalam perang segitiga tak berkesudahan. Pasukan pemerintah, Amerika Serikat dan kawan-kawan pendukung di satu pihak; Taliban di lain pihak.

Dimotori para santri, Taliban merebut kekuasaan di negeri yang diroyan anarki pada 1996. Ya, negeri yang centang perenang setelah ditinggalkan pasukan Uni Soviet dan konflik antar kelompok mujahidin.

Pertarungan bertambah parah dan pelik setelah munculnya ISIS sebagai pendatang baru. Dengan khilafah di tangan kanan dan uang tunai di tangan kiri, kelompok ini memasuki arena konflik Afganistan.

Kini, pasukan Amerika Serikat yang berkekuatan 2.500 – 3.500 orang undur diri dari Afganistan. Tanggal 11 September tahun ini, tepat 20 tahun setelah pengeboman gedung World Trade Center, Amerika angkat kaki, diikuti pasukan Inggris yang berkekuatan 75 ribu orang. Melihat kevakuman, Taliban yang selama ini berkuasa di malam hari pun muncul dengan kekuatan yang meyakinkan di siang bolong.

Gambaran suatu masa yang represif, terutama terhadap perempuan –ketika Taliban berkuasa 1996 -2001– kembali terbayang di pelupuk mata. Taliban seperti tak terbendung, kendati negosiasi utusan Taliban dan pemerintah Kabul untuk berbagi kekuasaan dan merumuskan masa depan Afganistan masih berlanjut.

Pernah mengunjungi negeri itu pada 2006, waktu itu pasukan Amerika masih digdaya, saya menyimpan sepotong memori.

Saya nangkring di atas Toyota Corona tahun 1985. Warnanya kuning. Dan Jafar, sopir bermata abu-abu itu, jarang sekali menginjak pedal rem. Tapi kami merasa jarum jam berputar terlalu cepat.

Ada yang di luar perhitungan: di sepanjang perjalanan Kabul-Balkh, beberapa check point baru telah berdiri. Padahal semua pihak telah berpesan betapa berbahayanya perjalanan malam. Kami berencana sampai di Balkh, kota di barat laut Kabul, tempat kelahiran sufi agung Jalaludin Rumi (1207-1273), sebelum magrib. Tapi kendaraan kami yang melesat bagai angin itu bahkan belum mencapai Kota Mazar-i-Sharif, tetangga terdekat Balkh.

Dan kini, satu panorama kembali menghambat laju. Di batas cakrawala, langit jingga. Saya meminta Jafar menghentikan mobil. Dari jalan raya, ke arah barat saya bisa menyaksikan debu mengepul, membungkus dua buah titik. Dua titik yang tak bergerak, di atas hamparan padang tak bertepi dan berwarna cokelat-merah. Jaraknya sekitar 1 kilometer, mungkin juga lebih, dari mobil.

Sekarang kami berdiri di samping jalan bersejarah yang telah berabad-abad menghubungkan dunia Timur dan Barat. Selama beratus tahun, iring-iringan unta kafilah menyusuri titik-titik oasis, rangkaian kota-kota persinggahan di bagian utara Afganistan: Kholm, Mazar-i-Sharif, dan Balkh.

Dunia berubah. Kafilah masih singgah, melepas lelah di serai, seraya berbincang mengenai banyak hal yang dijum-painya di kota-kota yang baru dilewatinya. Pada malam-malam musim panas yang panjang, kafilah tetap membawa kabar dan gosip, sambil minum chai atau teh —orang Afgan tak memiliki tradisi minum kopi. Topik mutakhir yang paling hangat adalah sepak terjang para warlord, para penguasa lokal yang kekuasaannya menggelembung seperti balon sepeninggal Taliban.

Tapi inilah kafilah di zaman kini. Artinya, mereka bukan lagi penghubung dua dunia: Timur dan Barat —Cina di Timur, Romawi di Barat. Kita tahu, langkah iring-iringan para pedagang tradisional itu semakin hari se-
makin pendek.

Afganistan di sepanjang Kabul-Balkh adalah memoar perang panjang: rumah-rumah tanah liat yang berdiri berderet-deret, diselang-selingi padang tandus dan ribuan bangkai tank Tupolev Rusia. Rumah-rumah yang ditinggalkan penghuni: tanpa atap, salah satu sudutnya rompal, seperti telah digempur peluru meriam. Dan dari sisa-sisa bangunan yang tinggal separuh atau tiga-perempat itu, masih dapat kita bayangkan pembagian ruangannya —beranda, dapur, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur.

Di atas sana, pegunungan Hindu Kush seakan tak tersentuh oleh semua kejadian yang menimpa manusia. Hindu Kush, cadas-cadas
tandus, cokelat, berdiri vertikal, serupa mata kapak yang disebar di atas dataran tinggi itu, adalah negeri yang bertetangga dengan langit.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article