Oleh Iyyas Subiakto
Viral beberapa hari ini karena Jokowi sempat berang gara-gara 33 perusahaan China yang hengkang dari negerinya tak satupun melirik Indonesia. Yang mengejutkan kita, 23 di antaranya memilih Vietnam sebagai basis produksi dan pengembangan usahanya. Kenapa Vietnam, kenapa mereka menjauh dari Indonesia, padahal katanya kita dekat dengan Cina, kita antek aseng, dan seterusnya.
Tahun 2017, saya mampir ke Vietnam, setelah satu minggu mengagumi Korea Selatan dengan segala kemajuannya. Vietnam tentulah jauh vs Korea Selatan, tapi Vietnam sedang menuju ke sana. Vietnam membuka diri dengan isi kepala yang ditata agar mereka kebagian dari berkembangnya dunia nyata, bukan minum kencing onta, terus berkhayal masuk surga.
Di Vietnam kami mengunjungi bekas desa Vietkong yang penuh bekas terowongan yang dulu dipakai saat perang Vietnam dengan Amerika, perang yang memakan waktu 20 tahun ini (1955 – 1975) konon menewaskan 2 juta rakyat Vietnam dan 50.000 tentara Amerika, apakah Vietnam kalah, tidak, Amerikalah yang pulang, Amerika frustrasi menghadapi Vietnam, Amerika sampai menjatuhkan bom Napalm yang mengerikan, membuat anak-anak cacat, dan konon mengkontaminasi sampai lima keturunan.
Menuju desa ex Vietkong, guide yang mengantar kami pria muda Vietnam yang energik, dia bercerita bagaimana negaranya hancur, jutaan nyawa melayang dihajar Amerika, tapi, “Apakah kami harus dendam dengan Amerika? Tidak. Ibu Bapak bisa lihat, sekarang ada Starbucks, Kentucky, Mc Donald, dan lain-lain. Mereka orang Amerika, produk Amerika, yang menanamkan modalnya di sini dan kami mendapat pekerjaan darinya. Hidup tidak bisa dibesarkan dengan dendam, perut harus makan, anak-anak harus berpendidikan, negara ini di tangan anak muda yang harus menata masa depan, bukan pikiran dendam yang bisa membuat kami tenggelam ditengah kemajuan zaman.”
Apakah dia tidak nasionalis, apakah mereka kaum muda yang mengkhianati bangsanya. Tidak, bukan itu esensi melepas dendam dan meredam rasa marah karena mereka pernah bersimbah darah.
Mahatma Gandhi berkata, “Rasa marah dan dendam ibarat bejana yang diisi air raksa, sebelum air disiramkan kepada orang lain, air akan merusakkan bejana penampungnya.”
Jelas, rakyat Vietnam tidak ingin menjadi bejana rusak karena amarah yang terus dipendam. Mereka sekarang bangkit, mereka belajar menanam kopi ke Indonesia, sekarang kopi mereka mengalahkan kita, investor melirik mereka. Kenapa?
Karena regulasi dan produktivitas tenaga kerjanya tinggi. Contoh, saya pernah punya pabrik garmen tahun 2010, dapat order jahitan jeans Le Cooper. Satu line mesin terdiri dari 23 orang, output per hari 8 jam kerja, rata-rata per orang 2,6 pcs. Vietnam 3,4, Bangladesh 3,1, Cina 3,8. Ini baru urusan menjahit. Kenapa mereka tinggi output-nya, karena saat kerja mereka fokus, ulet, telaten. Kita kebanyakan ngobrol, disuruh menjahit cerita sinetron dan tolah-toleh.
Kenapa dari 33 perusahaan Cina 23 di antaranya ke Vietnam, dan Indonesia tak kebagian, selain produktivitas kita rendah, kita kebanyakan demo, ribut UMK. Kerjanya di dua alam, berkhayal dan rebutan kunci surga, orang sudah kemana-mana, kita tidak ke mana-mana. Jokowi gemes dan marah karena dia merasa kerja sendiri, sementara yang lain cuma berteori, tidak pernah ada yang bisa dieksekusi.
Kita larut dalam kebencian yang mendalam sampai kita lupa terjadi kerusakan sebuah kehidupan, bernegara dengan makian, pemimpinnya dihina, produknya dicela, bagaimana orang mau datang, kalau menjaga dirinya saja tak bisa, orang mau datang berinvestasi jadi ngeri. Dan ini bukan peringatan dini tapi sudah terjadi.
Kita harus sadar sepenuhnya bahwa negara ini sekarang sedang dianiaya oleh segelintir orang yang akan menghancurkan negerinya, bahkan sekelompok ormas yang meraup dana dari topeng donasi uangnya dibuat meracuni anak-anak untuk membenci negerinya sendiri, ngeri dan ini sedang terjadi. Kita sedih tidak dihampiri investor, tapi sebagian orang dungu senang akan hal itu.
Bukan Vietnam yang akan membuat kita tenggelam, tapi negeri ini sedang dibocori penumpangnya sendiri, kita yang sadar harusnya tidak membiarkan, mari bersama menjaga kapal besar Indonesia agar terus mengarungi samudra bangsa-bangsa, menjadi bangsa yang hadir bersama bangsa besar lainnya di dunia, karena kita bisa. Syaratnya kita harus cepat menambal mulut bocor dan para penista.