Jumat, Mei 3, 2024

5 pemahat asal Jepara bangun kembali replika mimbar bersejarah

Must read

53 tahun tragedi dibakarnya Al-Aqsha

Tepat 53 tahun yang lalu, pada 21 Agustus 1969, masjid Al Aqsha yang berada di bawah pendudukan Israel dibakar oleh seorang turis Australia bernama Denis Michael Rohan. Peristiwa pilu tersebut menyebabkan banyaknya peninggalan-peninggalan bersejarah Islam hangus terbakar, dan di antaranya adalah mimbar Nuruddin Zanki yang merupakan peninggalan Sholahudin Al Ayyubi pada tahun 1187. 

Menurut Ketua Komite Nasional untuk Rakyat Palestina Suripto, ada kontribusi Indonesia dalam merespon kejadian tersebut, antara lain dengan mendorong negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim untuk membentuk Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tanggal 25 September 1969. Dengan melibatkan 24 negara muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, agenda awal OKI adalah adalah merenovasi masjid yang telah rusak akibat insiden tersebut.

“Selain memobilisasi negara-negara lain hingga terbentuknya OKI, Indonesia pun turut berkontribusi dalam pembuatan replika mimbar Nuruddin Zanki yang dikenal juga dengan sebutan mimbar Sholahuddin. Setelah 38 tahun paska pembakaran, replika mimbar itu diletakkan di dalam masjid Al-Aqsha. Pembuatan replika mimbar ini diinisiasi oleh Kerajaan Yordania, dari Indonesia terpilih lima pemahat asal Jepara untuk membantu proyek membuat kembali mimbar bersejarah tersebut. Mereka adalah Abdul Mutholib, Zaenal Arifin, Ali Ridho, Sarmidi dan Mustafid Dinul Aziz,” tuturnya di Jakarta (23/8).

Selain mimbar tersebut, aset lain yang ikut terbakar termasuk mihrab Zakaria, atap dan kubah kayu masjid, maqam Arbain, 48 unit jendela dan 3 koridor masjid yang semuanya habis dilalap api.

“Kita telah kehilangan banyak aset sejarah yang sudah tidak bisa dipulihkan lagi. Nilainya tidak bisa disetarakan dengan uang. Karena itulah kewajiban kita dan juga masyarakat internasional untuk menjaga situs-situs bersejarah seperti ini, bukan saja untuk kepentingan umat Islam, tapi juga sebagai warisan budaya yang bisa dipelajari oleh generasi-generasi mendatang.”

Suripto pun mengisahkan tentang Imam Besar Masjid Al-Aqsha saat terjadinya peristiwa tersebut, Syekh Ikrimah Shobri yang mencurigai bahwa pembakaran itu sudah memiliki skenario. Asumsi ini didasarkan pada putusnya saluran air ke komplek Masjid Al-Aqsha serta upaya pencegahan para awak pemadam kebakaran menuju lokasi. Semua hambatan itu dilakukan agar api semakin menjalar membakar seluruh bagian masjid.

“Tujuannya adalah ingin menguji reaksi kaum muslimin, kira-kira sejauh mana kepedulian mereka terhadap Masjid Al-Aqsha. Dibentuknya OKI dengan Indonesia sebagai salah satu inisiator adalah bukti umat Islam merespon dengan cara elegan,” ungkapnya.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article