Sabtu, Juli 27, 2024

Bacaan anak-anak Indonesia, si Kuncung sampai Laskar Pelangi (1)

Must read

Oleh: Surasono I. Soebari

Surasono I Soebari

Setiap Kamis, di Jalan Madura Nomor 2, Jakarta, sejumlah orang biasa kongkow sambil berdiskusi soal bacaan anak-anak. Dimulai sekitar 1960-an akhir hingga 1980-an, sampai nama jalan berganti menjadi Jalan Prof. Mohamad Yamin, diskusi mengenai cerita anak-anak di kantor Majalah Si Kuncung itu masih terus berlangsung.

Ada Mansur Samin, Gerson Poyk, A Suroto, HB Supiyo, K Usman, Ris Therik, M Syaribi,  Jan Armerun, S Jarwo, dan lain-lain. Yang masih remaja ada Mula (Armyn) Harahap, M. Sobary, Eddy Herwanto dan saya. Seto Mulyadi (Kak Seto) dan Handrawan Nadesul kadang juga datang. Nama lain yang tak bisa dilewatkan: Hidayat Said, ilustrator tetap, dan Ipe Ma’ruf yang sketsanya pernah dijadikan iklan produk mesin fotokopi.

Sebagai redaktur Si Kuncung, Pak Kanto (Soekanto SA) dan Pak Yono (Suyono HR) ikut nimbrung diskusi, sambil tak henti keluar masuk ruangan untuk mengatur honor yang akan dibagikan. Pak Djati (Soedjati SA), pendiri dan pemilik Si Kuncung, sesekali ikut nimbrung membuat suasana diskusi terasa semakin gayeng. Terutama karena kalau beliau ikut kongkow, minuman dan makanan biasanya ikut dihidangkan.

Sebenarnya diskusi hanya sampingan.Tema utama kehadiran adalah menanti pembagian honorarium dari naskah cerpen yang diserahkan pekan sebelumnya. Karena diadakan setiap hari Kamis, acara kumpul-kumpul informal itu biasa disebut ”kemisan”. Kadang dipelesetkan menjadi ”ngemisan”, karena di hari itu para penulis dengan sabar antre untuk mendapat honor. Si Kuncung mungkin penerbitan majalah satu-satunya, yang ”berani” memberi honorarium di muka sebelum naskah dimuat. Bukan hanya kepada satu dua penulis yang sedang terdesak kebutuhan, melainkan kepada semua penulis yang secara umum hampir selalu dalam situasi terdesak.

Kantor redaksi Si Kuncung terletak di kawasan elite Menteng, di jantung Kota Jakarta, sehingga relatif mudah dijangkau. Jalan Madura terdiri dua jalur yang dipisahkan sebuah sungai kecil yang dalam namun dangkal dan terawat. Di seberang jalan agak sedikit ke timur ada kantor polisi, Polsek Menteng, yang halamannya menyatu dengan mesjid. Terus ke arah timur, di seberang rel, adalah kawasan Cikini. Ke arah barat, tak sampai seratus meter jaraknya ada sebuah rumah gedung sederhana dan terkesan seadanya. Itulah kediaman Pak Hoegeng, jendral polisi yang jujur sampai ke tulang sumsum. Ke selatan adalah Jalan Surabaya, yang dikenal sebagai tempat penjualan tas dan koper bekas dan, terutama, barang-barang antik.

Para pencinta si Kuncung

Masih banyak yang bergetar bila nama majalah anak-anak ini disebut. Di media sosial bisa dijumpai klub atau fans ”Pencinta Si Kuncung”. Termasuk, tidak sedikit yang menjual Majalah Si Kuncung lama dan selalu saja ada pembeli yang berminat. Pembaca Si Kuncung sekarang sudah dewasa dengan profesi berbeda-beda, dan menyebar di berbagai bidang kehidupan. Mereka umumnya merasa pernah menjadi bagian tak terpisahkan. Merasa berbahagia dan beruntung karena pernah menjadi pembaca Si Kuncung dan memperoleh ”sesuatu” lewat ceritera-ceritera pendek yang disuguhkan.

Cerpen-cerpen Si Kuncung umumnya bertema sederhana, yang digali dari bumi dan budaya Indonesia. Banyak penulis yang mendapat inspirasi dan menjadikan warna warni kekayaan budaya daerah asal, sebagai latar belakang ceritera. Ris Therik pernah menulis ceritera bersambung mengenai perburuan ikan paus di perairan NTT. Soekanto SA berkisah mengenai oplet tua dan pemiliknya, dan lewat Dunia Penuh Tawa” beliau melukiskan dunia anak-anak yang selalu riang gembira.

Widyantoro, satu-satunya anggota TNI AD dan pernah bertugas di Irian Jaya (kini Papua), sering mengangkat kehidupan anak-anak di sana dengan hutan, pantai dan lautnya. Trim Suteja melukiskan anak-anak yang hidup di sekitar hutan jati. Gerson Poyk pernah bertutur mengenai memancing di Sungai Iowa, Amerika Serikat. Di sana, para pemancing mengenakan pakaian khusus agar kalau berendam, air tidak bisa tembus dan badan tetap hangat. Dan siapa pun yang hobi memancing, harus memiliki lisensi atau SIM (surat izin memancing).

Ada cerita seputar Pelabuhan Bima, yang melukiskan kelicikan dan keserakahan penjajah Belanda. Suatu kali mereka menghadap raja dan meminta tanah. Tidak lebar-lebar, cukup selebar kulit sapi. Setelah diiyakan, kulit sapi itu digelar. Tahap berikutnya, kulit sapi itu dibuat tali yang panjang sekali hingga bisa mengelilingi areal beberapa hektar. Di sana Belanda membangun benteng dan kian mencengkeramkan kekuasaannya.

Kadang dimuat cerpen terjemahan seperti karya penulis dunia O’ Henry, cerpen mengenai Raju masinis pemberani dari India, dan kisah Hans anak Belanda yang menyumbat retakan bendungan dengan tangannya, untuk menyelamatkan penduduk kota dari air bah.

Si Kuncung awalnya terbit hitam putih. Kertas cover/halaman sampul sama dengan halaman dalam dan langsung memuat ceritera pilihan. Dalam perkembangannya, sampul majalah menjadi dua warna dan kemudian full colour dengan kertas yang lebih tebal. Halaman belakang biasanya berupa ceritera bergambar/komik dunia yang sudah dikenal luas seperti Pinokio, Flash Gordon, Moby Dick dan lain-lain.

Saya berkenalan dengan redaksi majalah Si Kuncung secara tak sengaja. Saat turun main atau ketika sedang tidak ada pelajaran, kami sering mengunjungi kedutaan besar negara sahabat  yang ketika itu banyak berkantor di daerah Menteng. Bagian Penerangan Kedubes biasanya dengan senang hati memberi kami majalah, buku dan bahan cetakan lain yang indah berwarna warni mengenai negeri mereka. Sekali waktu, saya nyasar ke kantor Si Kuncung yang ternyata tak terlalu jauh dari sekolah (SLA) di Jalan Surabaya Timur.

”Bikin cerpen ada honornya, lho,” kata Pak Kanto sambil memberikan beberapa majalah Si Kuncung.

Menulis ketika itu adalah peluang satu-satunya untuk mendapat uang, sehingga saya mencoba untuk terus menulis.

Kata-kata ”ada honornya” membuat saya bersemangat. Saya baca semua cerpen di Si Kuncung dan saya ingat-ingat pengalaman masa kecil yang kira-kira menarik untuk ditulis. Beberapa hari kemudian, saya menemui Pak Kanto sambil menyerahkan cerpen Si Jago Lari” dalam dua tiga lembar kertas dengan tulisan tangan yang naik turun. Cerpen itu merupakan pengalaman jalan kaki menempuh jarak 5 km pergi dan 5 km pulang ke sekolah (SMP) di kota kelahiran.

Menulis ketika itu adalah peluang satu-satunya untuk mendapat uang, sehingga saya mencoba untuk terus menulis. Kalau sedang mati angin menulis cerpen tapi ingin tetap mendapat honor, saya menulis Kotak Wasiat”, yaitu tulisan pendek semacam stopper, yang lucu dan kadang mengejutkan.

Ada cerita seorang anak kecil yang disuruh kakaknya menanyakan jam berapa ke tetangga (tahun 1960-an, jam masih barang langka dan mahal). Si adik bingung karena tetangga mengatakan: jam sepuluh kurang sepuluh (10 – 10 kan = 0/nol?). Ada yang membuat teka-teki: binatang apa yang berekor 10. Tak ada yang bisa menjawab. Binatang dimaksud ternyata cicak, yang ekornya bisa tumbuh kembali (10x putus, 10x tumbuh).

Virus n-Ach

Menulis cerita anak-anak memikul tanggung jawab yang besar. Anak-anak, menurut pakar psikologi, ibarat kertas putih bersih tanpa noda. Para penulis termasuk orang pertama di luar lingkungan keluarga, yang menorehkan tulisan dan coretan di kertas putih anak.

David McClelland, pakar psikologi sosial dari Harvard University, AS, memperkuat hal itu lewat penelitian yang dilakukannya. Ia menyatakan bahwa perilaku manusia didorong oleh tiga motivasi: motivasi untuk berprestasi (virus n-ACH), motivasi untuk berkuasa (n-POW) dan motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-AFIIL). Ia melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa apa yang dibaca oleh anak-anak, akan berpengaruh terhadap kehidupannya setelah dewasa kelak.

Buku anak-anak karya Surasono.

Ia meneliti dongeng dan cerita anak-anak di Inggris dan Spanyol. Bacaan anak-anak Inggris bertema berani mengubah nasib, tidak mudah menyerah, kepahlawanan, optimisme, semangat untuk maju, penuh gairah, penuh ide, gagasan dan sikap mandiri. Bacaan anak-anak Spanyol banyak yang berupa komedi, mengandung kelicikan, tipu daya dan sejenisnya.

Diketahui, bangsa Inggris kemudian dapat meraih kemajuan yang mengagumkan, sementara  bangsa Spanyol kondisinya semakin tertinggal dibanding bangsa Inggris. Disimpulkan bahwa dongeng yang mengandung virus n-ACH, dapat membangkitkan motivasi dan semangat generasi mendatang. Maju mundur suatu bangsa tergantung pada apa yang dibaca anak-anak di masa kecil. Tampaknya, inilah yang ”menyihir” sejumlah sastrawan  seperti Toha Mochtar, Soekanto SA, M. Syaribi, Mansur Samin, Gerson Poyk dan lain-lain, untuk menulis cerita anak-anak. Dan Taufiq Ismail menulis kumpulan puisi untuk anak Perkenalkan, Saya Hewan”  dengan gaya jenaka.

Soekanto SA, suhu penulis cerita anak-anak, mengingatkan, ”Dunia anak-anak adalah bermain. Anak bukan orang dewasa dalam bentuk mini. Anak punya dunianya sendiri. Berikan nasihat, tetapi jangan menggurui, ibaratnya memberikan obat yang bersaput gula.”

Menurut literatur, cerita anak-anak adalah genre sastra yang ditulis dan diterbitkan untuk anak-anak. Bisa disukai remaja dan dewasa. Cerita anak-anak adalah cerita yang ditulis untuk anak, berbicara mengenai kehidupan anak-anak dan dunia sekitarnya yang mempengaruhi anak-anak. Cerita yang mencerminkan liku-liku kehidupan yang dapat dipahami oleh anak, yang melukiskan perasaan dan pemikiran anak-anak.

Cerita anak-anak berisi pesan moral (kejujuran, persahabatan, keberanian, yang baik menang yang salah kalah, dedikasi, kerja keras, hormat orangtua, petualangan, dll). Dikemas sedemikian rupa sehingga tidak terkesan menggurui, seperti kata Soekanto SA. Pelaku cerita anak-anak, tidak harus anak-anak. Bisa binatang atau orang dewasa. Cerita anak penting karena ikut meletakkan pondasi/dasar-dasar untuk bekal kehidupan. Berisi pembelajaran moral, keberanian, kejujuran, petualangan, persahabatan, kasih sayang dan lain-lain. Cerita anak perlu ditulis dengan bahasa yang relatif tertib, sederhana, mudah dicerna dan dipahami.

Bagaimana pun, cerita anak-anak bukan pelajaran bahasa, pelajaran budi pekerti  atau pelajaran agama. Perlu kreativitas agar batasan-batasan yang ada dan pesan moral yang hendak disampaikan, tidak membuat ceritera menjadi hambar, datar dan menjemukan. Taufiq Ismail merasakan sulitnya memilih kata, agar puisinya yang memperkenalkan 25 hewan (singa, sapi, ayam, monyet dan lain-lain) terasa akrab. Seperti sastrawan lain, menulis untuk anak baginya, ”Tidak turun derajat, tapi naik.”

Semua orang punya kedekatan dengan dunia anak-anak, karena paling tidak kita pernah menjalani masa anak-anak dan pernah mengalami hal-hal yang luar biasa di masa kecil. Pengalaman luar biasa itu adalah butir-butir mutiara kehidupan yang tak ternilai harganya. Pengalaman berharga itu bisa ditulis menjadi cerita yang dapat menginspirasi, memotivasi dan memperkaya kehidupan anak-anak. Dengan kata lain, semua orang  sebenarnya bisa menjadi penulis cerita anak-anak; paling tidak sekali seumur hidup.

*) Surasono I Soebari adalah penulis cerita anak-anak. Aktif menggagas gerakan mengingatkan orang dewasa untuk memasukkan unsur kepentingan anak dalam konsiderans, sebelum mengambil keputusan.

**) Naskah ini pernah dimuat di Majalah Sastra “Horison”.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article