Jumat, April 26, 2024

Bahaya peretasan terhadap media

Must read

Peretasan terhadap media kembali terjadi. Beberapa waktu lalu, sebanyak 37 awak dan eks pegawai Narasi mengalami pembobolan akun. Pelaku berupaya mengambil alih akun Facebook, Instagram, Telegram, dan Whatsapp para korban. Tidak hanya Narasi, peretasan juga pernah menimpa Tempo, media sosial Multatuli, Tirto.id, dan Konde.co. 

Terdapat pola khas ihwal waktu kemunculan berbagai serbuan tersebut. “Serangan-serangan ini selalu terjadi saat jurnalis atau media menunjukkan sikap kritis terhadap tindakan atau kebijakan pihak yang berkuasa,” kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Erick Tanjung. 

Serangan terhadap Narasi terjadi sepekan setelah media yang didirikan Najwa Shihab itu menyoroti gaya hidup hedonistik sejumlah anggota polisi dan keluarganya. Sedangkan situs Tempodiretas pada 6 Agustus 2022. Saat itu, Tempo tengah memuat berita penangkapan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yang diduga sebagai pelaku utama pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Serangan lain dialami Tempo pada Agustus 2020. Pemimpin redaksi kala itu, Setri Yasra, menganggap peretasan sebagai salah satu upaya untuk mengganggu kerja jurnalistik yang merupakan sebuah aktivitas rutin yang dilakukan dan diatur oleh Undang-Undang Pers. 

Pihak KKJ menilai peretasan terhadap puluhan awak redaksi Narasimengancam kebebasan pers. Lebih lanjut, KKJ menganggap serangan seperti itu dan kegagalan aparat hukum menemukan pelakunya merupakan bentuk pembungkaman. Menurut Erick, bila tidak dihentikan, serangan semacam ini akan membuat jurnalis dan media berpikir dua kali untuk mempublikasikan berita yang kritis dan sensitif. Imbasnya juga akan dialami masyarakat, yaitu berkurangnya akses terhadap informasi penting.

Peretasan itu sendiri termasuk dalam ranah kejahatan mayantara atau cybercrime. Kejahatan ini melanggar Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan sanksi pidana dapat berupa denda serta kurungan penjara. Selain UU ITE, terdapat pula hak yang turut dilanggar, yaitu kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi. 

Photo by Alla Hetman on Unsplash

Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin dalam instrumen hukum pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut dijamin pula di konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Dalam salah satu wawancara Tempo, Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, menilai serangan digital terhadap awak Narasi tidak bisa hanya dipandang sebagai satu kasus saja, melainkan perlu dilihat sebagai serangkaian serangan yang saling terkait terhadap jurnalis dan media di Indonesia.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article