Minggu, Mei 5, 2024

Debat capres: lingkungan, energi dan kuasa oligarki

Must read

“Mengapa Bapak Joko Widodo tetap mengangkat Bapak Luhut Panjaitan sebagai Menko Kemaritiman yang membawahi sektor pertambangan dan energi, serta mempercayakan Bapak Luhut mengurusi isu kehutanan, yaitu perkebunan sawit. Bukankah langkah Bapak Jokowi itu menyebabkan Bapak Luhut Panjaitan melanggengkan konflik kepentingan sebagai pemegang saham PT Toba Sejahtera yang memiliki bisnis pertambangan batu bara dan PLTU, serta memiliki jaringan ke industri kehutanan/perkebunan? Jika Bapak Jokowi terpilih lagi, apakah tetap akan mengangkat Luhut Panjaitan dan politikus lain dari partai pendukung Bapak yang memiliki saham di perusahaan batubara dan perkebunan, untuk menjadi menteri?”

“Jika terpilih sebagai Presiden Indonesia, apakah Bapak Prabowo bersedia menjual saham pribadi Bapak di grup bisnis Nusantara yang berusaha di bidang perkebunan, tambang, kelapa sawit, dan batu bara.  Untuk Bapak Sandiaga Uno, jika terpilih jadi  Wakil Presiden Indonesia, apakah bersedia memaksa  PT Adaro Energy dan PT Berau Coal (dua perusahaan batubara dimana Bapak memiliki saham) untuk memulihkan lingkungan yang rusak di sekitar tambang di Kalimantan dan daerah lainnya?”

Seharusnya panelis Debat Capres pada 17 Februari 2019 menanyakan dua pertanyaan di atas kepada Jokowi dan Prabowo. Ternyata tidak ada panelis yang berani. Kedua calon presiden tersebut juga tak akan berani menjawab dengan gamblang. Karena coalruption ada di dalam lingkaran kekuasaan pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo – Maaruf Amin dan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.

Koalisi NGO #BersihkanIndonesia melansir kajian bertajuk Coalruption – Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara pada 16 Desember 2018. Riset itu membeberkan fakta bahwa batubara (energi fosil penyebab emisi gas rumah kaca) menjadi sumber pendanaan partai politik dan kampanye politik di pusat dan daerah.

Pengerukan industri ekstraktif (batubara dan hasil tambang lainnya), perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri dapat berjalan mulus karena ditopang oleh sistem ekonomi politik oligarki. Sistem yang sudah berjalan sejak era Orde Baru tersebut dilanjutkan di era Reformasi. 

Presiden Soeharto merupakan “mbahnya” oligark, yang dikelilingi oligark-oligark kecil. Kini, “bapak dan anaknya” oligark ada di partai-partai politik dan elit bisnis. Selain itu juga ada di provinsi dan kabupaten dalam wujud “orang kuat lokal”. Contohnya di Kalimantan Tengah ada keluarga Narang dan Abdul Rasyid. Di Kalsel ada Haji Isam. Di Banten ada keluarga jawara Tubagus Chasan Sochib dan anaknya, Ratu Atut. Di Kaltim ada Syaukani dan anaknya, Rita Widyasari. 

“… Pengerukan industri batubara, perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri dapat berjalan mulus karena ditopang oleh sistem ekonomi politik oligarki.”

Sistem oligarki di pusat dan daerah ini menjadi biang kerok kerusakan lingkungan di berbagai daerah. Riset tim peneliti London School of Economics (SE), Massachusetts Intitute of Technology (MIT) dan South Dakota State University (SDSU) yang dilansir 2011 menemukan korelasi antara Pilkada dengan deforestasi di sejumlah daerah di Tanah Air. 

Studi CIFOR menemukan kaitan antara peristiwa kebakaran hutan/lahan dengan ekonomi politik lokal dan Pilkada. “Kami menemukan bahwa satu tahun atau beberapa bulan sebelum Pilkada dilaksanakan, jumlah titik panas sangat tinggi,” kata DR Herry Purnomo, peneliti CIFOR.

Pada Debat Capres 17 Februari 2019 yang membahas topik energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup dan infrastruktur, Jokowi dan Prabowo lebih banyak mengulas isu pinggiran. Tidak terlihat kebijakan dan komitmen yang sungguh-sungguh  untuk mengatasi perubahan iklim, degradasi lingkungan dan merosotnya keanekaragaman hayati di Tanah Air. Jangan berharap Jokowi dan Prabowo mengubah sistem ekonomi politik oligarki, karena keduanya dikelilingi para oligark. 

Depok, 18 Februari 2019

Untung Widyanto 

[[email protected]]

Wartawan, peneliti, pengajar dan anggota the Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article