Kamis, Mei 2, 2024

Demistifikasi Jokowi

Must read

Oleh Hamid Basyaib

Seorang kawan yang tiba-tiba meletakkan jabatan tingginya di lembaga pemerintah bercerita dengan gembira: hari-hari ini ia kembali sering berjumpa dengan para aktivis politik, sebaya maupun seniornya, yang sudah lama tak berkumpul untuk mengobrol.

“Kawan-kawan lama pada turun gunung,” katanya, tersenyum gembira. “Mereka gelisah melihat perkembangan politik akhir-akhir ini.” Mereka serius mendiskusikan “krisis konstitusional” yang melanda bangsa kita, sambil saling melontarkan kekecewaan dan sisa harapan.

Dan mereka semua adalah para pendukung loyal Presiden Joko Widodo.

Sejak hari-hari pertama proof balloon “politik dinasti” ditiup dan diterbangkan ke langit Indonesia, gejala krisis konstitusional memang makin jelas terasa.

Kegelisahan para aktivis itu seperti kelanjutan langsung dari penentangan mereka terhadap sosialisasi sistematis gagasan “presiden tiga periode”, yang kemudian dilunakkan menjadi “perpanjangan masa jabatan presiden” — dan keduanya kempes dengan cepat.

Dan saya bangga memiliki kawan-kawan hebat seperti mereka. Dengan segenap loyalitas mereka terhadap dua periode kepresidenan Joko Widodo, sambil menoleransi beberapa kekurangan yang memang selalu ada saja pada kekuasaan pemimpin mana pun, mereka tahu bahwa kesetiaan tidak perlu sampai membuat mereka bebal dan tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang cemar dalam bernegara.

Mereka paham: loyalitas utama haruslah ditumpukan pada ideal-ideal terbesar bangsa, baru kemudian pada orang-orang terpilih yang dipercaya merupakan penerjemah terbaik ideal-ideal itu.

Mereka mengerti bahwa seorang pemimpin — sesukses apapun, setinggi apapun ia disukai rakyatnya, misalnya tecermin dari approval rate yang tak henti dipompakan ke tengah publik — tidak boleh merasa tak tergantikan, tak patut merasa lebih besar daripada rakyat dan negara yang dipimpinnya.

Megalomania pemimpin memang sering muncul sepanjang sejarah, dan bukan hanya di masa kerajaan-kerajaan kuno, tapi juga masih tersisa di beberapa republik di berbagai kawasan dunia.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article