Rabu, Mei 8, 2024

Fatwa ulama, wayang dan kontroversinya

Must read

Keragaman pendapat ulama di lingkungan Islam Sunni adalah jamak. Di atas tadi, kita belum memperhitungkan perbedaan mazhab (ada 4 mazhab besar) dan keragaman ormas/komunitas termasuk komunitas-komunitas tarekat (sufisme) yang jumlahnya ratusan.

Di lingkungan Syiah, keragaman pendapat ulama sedikit lebih terkendali karena hirarki keulamaan yang ketat. Seorang hojatulislam atau ayatullah tidak sembarangan omong. Mereka dituntut menulis risalah yang mendekati risalah ilmiah dalam dunia akademis. Struktur komunitas Syiah lebih mirip ke Gereja Katolik.

Struktur Sunni lebih longgar dan egaliter, lebih mirip Protestan. Ada terlalu banyak orang yang bisa mengaku ulama dan mengeluarkan fatwa. Di lingkungan Sunni ini, situasi makin riuh oleh munculnya ulama-ulama seleb yang populer berkat televisi maupun media sosial seperti YouTube.

Keragaman pendapat di kalangan Islam, khususnya komunitas Sunni, ada aspek positifnya: tidak ada monopoli kebenaran oleh elit agama. Tapi, aspek negatifnya: orang dibuat sibuk berdebat soal fiqh (halal/haram) tanpa benar-benar memahami akarnya.

Di masa lalu, bahkan perbedaan pendapat di lingkungan Sunni tidak seliar seperti sekarang karena ada kepatuhan tradisional terhadap organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.

Tapi, pengaruh dua ormas ini makin luntur ketika mereka dipersatukan dalam MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Kaum muslim secara umum lebih banyak mengetahui fatwa MUI ketimbang tertib membaca hasil tarjih Muhammadiyah atau bahtsul masail NU.

Seperti kita tahu, MUI dibentuk oleh Orde Baru untuk pertama-tama mengkooptasi dan menjinakkan kaum muslim. Disadari atau tidak, keberadaan MUI justru memperlemah pamor ormas tradisional seperti NU dan Muhammadiyah tadi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article