Kamis, Mei 2, 2024

Menjadi ranger literasi digital untuk menjaga internet sehat

Must read

Setiap pengguna media digital dapat turut aktif membantu melakukan pengawasan terhadap berbagai informasi maupun berita hoaks di media sosial demi mewujudkan internet yang aman, nyaman, sehat dan bermanfaat bagi publik secara luas.

Dengan makin maraknya berbagai informasi yang cenderung menyesatkan dan berpotensi mengganggu kondusifitas, setiap pengguna digital didorong ikut menjadi ranger literasi digital.

“Menjadi Ranger Literasi Digital perlu melengkapi diri dengan kompetensi kecakapan digital,” ujar IT Business Analyst Donnie Hulalata saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Pilih-Pilih Informasi Di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin (1/9/2021).

Pada webinar yang diikuti seratusan peserta itu, Donnie mengatakan kompetensi Ranger Literasi Digital dimulai dari kemampuan mengakses segala informasi di media sosial dan platform digital lainnya untuk mencari sumber kebenaran. Kemudian kompetensi menyeleksi segala informasi apakah memadai sumbernya atau tidak.

“Biasakan cek, apakah informasi itu sudah memenuhi unsur 5W 1H,” ujar Donnie. Unsur 5W 1 H yang dimaksud adalah struktur informasi itu yakni What (apa yang terjadi), Who (siapa yang terlibat di dalam peristiwa tersebut), Why (mengapa hal tersebut dapat terjadi), When (kapan peristiwa tersebut terjadi) dan Where di mana peristiwa tersebut terjadi.

Seorang Ranger Literasi Digital juga perlu memahami bagaimana informasi itu bergerak dan disebarluaskan. “Kita pun sebagai ranger harus terbiasa menganalisis, bagaimana informasi itu diproduksi, apakah sudah memenuhi kaidah-kaidah verifikasi,” kata Donnie.

Selain itu perlunya upaya selalu mengklarifikasi pakah informasi itu sumbernya sudah A1 atau sudah benar-benar jelas kebenarannya.

“Jika sudah ke tahapan klarifikasi, lalu mengevaluasi dengan cara me-review kembali bagaimana informasi itu dibuat dan disebarkan,” kata Donnie. Ini soal kompetensi mendistribusikan ketika sebuah informasi itu tercipta.

“Jangan sampai ikut terjebak dengan informasi yang salah dan kemudian menyesatkan. Makanya perlu kompetensi memproduksi, lalu  berpartisipasi dalam mengawasi informasi dan harus bisa berpartisipasi,” tukas Donnie.

Sebagai Ranger Literasi Digital perlu memahami berbagai ragam hoaks juga informasi yang salah.

Jenis informasi salah patut diwaspadai misalnya berita bohong  yang mencemarkan nama baik. Aksi ini dapat dijerat pasal 27 ayat 3 UU ITE yang ancaman hukumannya 4 tahun atau denda Rp 75 juta. 

Ada pula jenis hoaks yang menyebabkan kerugian konsumen. “Hoaks ini ancamannya pasal 28 ayat 1 UU ITE yang ancaman hukumannya 6 tahun atau maksimal denda Rp 1 miliar,” kata Donnie.

Ada pula jenis hoaks yang menimbulkan kebencian atau permusuhan SARA yang dapat  diancam jerat pasal 28 ayat 2 UU ITE sehingga ancaman hukumannya 6 tahun atau denda Rp 1 miliar. 

Narasumber lain yang juga Pemerhati Seni dan Film Zahid Asmara, mengatakan satu aksi negatif yang populer sebagai dampak bebasnya ruang digital yakni Cyberdoxing.

“Perbuatan doxing yang ditandani menyebarkan informasi pribadi seseorang di internet tanpa izin baik foto, rumah, nomor ponsel sampai data personal lainnya menjadi ancaman kebebasan di ruang digital,” kata Zahid.

Menurut Zahid, senyatanya makin dewasa pengguna internet makin menuntun penggunaan lebih bijak dan bajik.

Webinar yang dimoderatori Ayu Perwari ini juga menghadirkan narasumber lain seperti  Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UNS Monika Sri Yuliarti, Founder & CEO Opal Communication serta Shafinaz Nachiar selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article