Kamis, Mei 2, 2024

Misleading information media daring

Must read

Surat untuk Ketua Dewan Pers

Melalui surat ini kami sebagai bagian dari warga Indonesia yang percaya bahwa dalam rangka menegakkan demokrasi, Indonesia membutuhkan pers yang senantiasa menyiarkan informasi yang akurat dan teruji kebenarannya, hendak melaporkan tersiarnya kabar yang salah mengenai keputusan PTUN oleh sejumlah media nasional yang merugikan kepentingan publik.

Ada pun pengaduan kami adalah sebagai berikut:

1. Pada 3 Juni 2019, PTUN mengeluarkan keputusan atas atas gugatan terhadap kebijakan pemerintah memperlambat dan memutus hubungan internet di Papua di masa krisis Papua Agustus – September 2019.

Gugatan tersebut diajukan sejumlah organisasi masyarakat sipil: AJI, SafeNet, LBH Pers, YLBHI, Kontras, ELSAM.

PTUN memang memutuskan Presiden dan Menkominfo bersalah dan harus membayar biaya perkara sekitar Rp457.000. 

Namun, secara mencengangkan, banyak media – termasuk media besar bereputasi tinggi dan bahkan kantor berita internasional Reuters – pada 3 Juni siang memberitakan bahwa “PTUN Memerintahkan Jokowi Meminta Maaf Secara Terbuka” kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat.

Padahal dalam amar keputusan PTUN, tidak tercatat adanya kewajiban bagi Pemerintah untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia.

Sejumlah media online yang tercatat menyiarkan berita yang tidak akurat tersebut adalah: Kompas, CNNIndonesia, VIVA news, tempo, Merdeka, IdnTimes, Kata Data, Tribunnews, Warta Ekonomi, Warta kota, Antaranews, Radio Sonora, Waspada, Fajar, PojokSatu, Akurat, Alinea, Forum Keadilan, Suara Karya, Radar Bogor, Antaranews, Law-Justice dan beberapa media online lainnya.

Di hampir semua media online tersebut, kalimat “PTUN memerintahkan Pemerintah/Jokowi meminta maaf” termuat di judul berita

2.  Dalam dokumen Isi Gugatan memang tertera gugatan agar pemerintah meminta maaf secara terbuka di 3 media cetak nasional, 6 stasiun televisi dan 3 stasiun radio. Namun dalam amar keputusan PTUN, tidak tercatat bahwa gugatan tersebut dikabulkan.

3. Pada 3 Juni malam, sebagian besar media online sudah menghapus berita salah tersebut dari lamannya. Jadi walau mesin pencari berita Google masih menampilkan berita-berita tersebut dalam judul aslinya, ketika diklik link-nya akan muncul pemberitahuan bahwa halaman berita tersebut sudah tidak bisa diakses. Atau ada pula media  yang sekadar mengubah isi berita sehingga dalam versi barunya tidak lagi termuat informasi tentang adanya kewajiban bagi Jokowi meminta maaf. 

4. Namun demikian, sampai 4 Juni pukul 08.00, media online Waspada, Fajar, PojokSatu, Akurat, Alinea, Forum Keadilan, Suara Karya, Radar Bogor, bahkan kantor berita AntaraNews, Law-Justice masih menyajikan berita bahwa PTUN memerintahkan Jokowi minta maaf.

5. Sejauh yang diamati, setelah memuat revisi isi berita, media menampilkan catatan kecil bahwa telah terjadi kekeliruan dalam versi beria yang asli.

6. Adapun media yang sejak awal sudah menegaskan bahwa kewajiban permintaan maaf tersebut tidak termuat dalam amar keputusan PTUN, adalah, antara lain: Kumparan.

Photo by Matthew Guay on Unsplash

Sebagai warga yang mengandalkan informasi pada pemberitaan media, kami merasa prihatin dan heran bahwa banyak media bereputasi tinggi secara bersama-sama menyiarkan informasi yang salah tersebut.

Dalam pandangan kami, kesalahan pemberitaan tersebut tidak bersifat remeh, karena dapat berdampak pada kredibilitas pemerintah, menimbulkan ketegangan dalam  masyarakat, dan menipisnya kepercayaan pada profesionalisme media.

Di sisi lain, kami khawatir bahwa memang ada pihak-pihak yang dengan sengaja berusaha memancing di air keruh, dengan memasok informasi yang salah pada para wartawan. 

Mengingat ada banyak media yang nampaknya tertipu oleh informasi yang sama, kami khawatir bahwa pihak penyebar informasi yang menyesatkan tersebut adalah pihak yang memiliki kredibilitas tinggi di mata para wartawan.

Dengan demikian, kami ingin mengajukan permintaan berikut:

1. Meminta Dewan Pers melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mempelajari apa yang menyebabkan informasi yang salah itu bisa sampai dipercaya dan disebarkan oleh banyak media bereputasi tinggi di Indonesia.

2. Meminta Dewan Pers mengidentifikasi pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong tersebut  yang berpotensi menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat dan meruntuhkan kredibilitas pers di Indonesia.

3. Meminta Dewan Pers menetapkan prosedur standar professional pers agar kesalahan sama tidak berulang.

4. Meminta media yang telah menyebarkan pemberitaan yang salah mengenai keputusan PTUN tersebut meminta maaf dan meralat berita tersebut secara terbuka.

5. Meminta kepada seluruh media bekerja secara profesional terutama dalam hal akurasi dan independensi, serta senantiasa bekerja berdasarkan fakta dan tidak berpihak kepada perorangan dan golongan.

Kami percaya Dewan Pers dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga profesionalisme pers di Indonesia.

Demikian pengaduan kami. 

Kami yang mengajukan pengaduan:  1. Ade Armando2. Eko Kuntadi3. Murtadha4. Aalia Kika SM5. Arief Rasyad6. Ciko Parera7. Ina Surbhakti8. Slamet Abidin9. ILo Sanre.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article