Minggu, Mei 19, 2024

Muasal garuda jadi lambang negara. Identik dengan elang Jawa?

Must read

Sebagai lambang negara Indonesia, burung garuda konon terinspirasi dari elang Jawa. Itu sebabnya, berbarengan dengan peringatan hari lahir Pancasila tiap tanggal 1 Juni, orang selalu ingat burung garuda yang membentangkan sayapnya dan menoleh ke kanan. Bagaimana muasal garuda dipilih menjadi lambang negara sih?

Mengutip laman indonesia.go.id, garuda merupakan hewan mitologi yang menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Sosok garuda tidak asing dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Burung ini kerap ditemui di relief candi-candi.

Kisahnya bermula setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Pemerintah Indonesia memerlukan lambang negara. Kemudian, pada 10 Januari 1950, pemerintah membentuk panitia untuk melakukan sayembara lambang negara. Panitia ini beranggotakan M.A Pelaupessy, Ki Hajar Dewantara, Muhammad Yamin, M. Natsir dan RM Ngabehi Purbatjaraka.

Dari sayembara itu terpilihlah rancangan Sultan Hamid II dari Pontianak. Setelah terpilih, lambang garuda terus diperbaiki. Salah satu orang yang memberikan masukan adalah Presiden Soekarno. Ia menambahkan jambul di kepala Garuda untuk membedakannya dari elang botak yang menjadi lambang negara Amerika Serikat.

Pada 19 Februari 1950, untuk kali pertama lambang negara Indonesia diperkenalkan kepada publik. Banyak pihak mengatakan jambul di kepala Garuda ini identik dengan elang Jawa.

Kemiripan kepala garuda dengan elang juga diungkapkan oleh Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Bidang II Sukabumi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Andriyatno Sofiyudin. Menurutnya, elang Jawa dan garuda memang sangat mirip bahkan bisa dibilang sama. ”Apa yang menjadikan ciri dari lambang negara kita? Yaitu jambulnya ini. Kalau misalnya kita lihat dari jambul, diidentifikasikan bahwa elang Jawa itu merupakan burung garuda,” kata Andriyatno, dikutip detikcom.

Elang Jawa, siapa dia?

Elang Jawa atau Nisaetus bartelsi merupakan salah satu satwa endemik dari Pulau Jawa. Satwa ini dapat ditemui di TNGGP yang pusat konservasinya berada di Cimungkad, Sukabumi. Menurut Andriyatno, selain jambul, ciri khas lain dari elang Jawa adalah bentangan sayapnya yang cukup lebar.

”Rentangan sayap elang Jawa sekitar 1 meter, berat badan 1 sampai 2,5 kg. Paruhnya bengkok, kakinya tajam, dan ada jambulnya,” ujarnya. Selain itu, elang Jawa mempunyai suara yang nyaring. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bertengger di pohon tinggi dan sesekali keluar sarang untuk memangsa musang hingga anak monyet.

Elang Jawa bertelur sekitar satu-dua kali dalam setahun. Mereka termasuk satwa yang setia, karena hanya akan memiliki satu pasangan. Telur hasil pembuahan yang dihasilkan pun biasanya hanya satu butir. Sejak 1992, elang Jawa termasuk sebagai satwa langka di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya hutan sebagai tempat tinggalnya dan perburuan yang dilakukan manusia.

Sebagai salah satu top predator, elang Jawa sangat dijaga kelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan TNGGP adalah melakukan monitoring secara rutin setiap tiga kali dalam setahun. Selain itu, PEH bersama Polisi Kehutanan juga mengedukasi masyarakat sekitar agar turut menjaga elang Jawa.

”Keberadaan elang Jawa juga akan memberikan keseimbangan ekosistem. Kalau tidak ada top predator, keseimbangan ekosistem akan terganggu. Jadi, sebagai warga masyarakat, penting bagi kita untuk memelihara satwa. Harus dilindungi. Jangan sampai terjadi kepunahan satwa yang langka ini,” pesan Andriyatno.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article