Jumat, Mei 3, 2024

Pentingnya toleransi dalam menggunakan media sosial

Must read

Budaya merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Budaya meliputi tatanan pengetahuan, ilmu, teknologi, seni, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, norma, hierarki, peranan, hubungan, konsep ruang, waktu, dan alam semesta.

Budaya ini senantiasa mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Terlebih saat ini, di era digital, di mana teknologi berkembang begitu pesatnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Dekan Fisip Unisri Surakarta, Buddy Riyanto, dalam webinar literasi digital dengan tema ”Bertoleransi dan Berdemokrasi di Media Sosial” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (17/11/2021).

”Teknologi digital merupakan suatu alat yang tidak lagi menggunakan tenaga manusia secara manual. Teknologi juga merupakan sistem pengoperasian otomatis dengan sistem komputerisasi atau format yang dapat dibaca oleh komputer,” katanya.

Di tengah perkembangan teknologi ini muncul juga beragam media sosial atau platform digital. Media sosial didesain untuk memperluas interaksi sosial manusia menggunakan internet dan teknologi website.

”Media sosial juga membuat komunikasi menjadi dialog interaktif. Kemudian juga mentransformasi manusia dari pengguna isi pesan menjadi pembuat pesan itu sendiri,” tutur Buddy.

Menurut Buddy, media sosial memunculkan dampak positif dan juga negatif. Dampak positifnya, antara lain memudahkan pengguna berinteraksi dengan banyak orang dan memperluas pergaulan.

”Dampak positif lainnya, media sosial bisa mengatasi hambatan jarak dan waktu. Lebih mudah mengekspresikan diri, penyebaran informasi lebih cepat dan mudah,” tambahnya.

Sedangkan dampak negatifnya, antara lain, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, kecanduan terhadap internet, terpapar konten negatif, terpapar hoaks, rentan kejahatan, penipuan, dan perundungan. ”Selain itu juga rawan terjadinya pelecehan seksual dan menimbulkan konflik sosial,” kata Buddy.

Indonesia merupakan negara multikultur, lanjut Buddy, sehingga untuk berkomunikasi lintas budaya harus berpijak pada komunikasi multikultur. ”Ketika membuat pesan, kita harus sadar, pesan di media sosial ini ditujukan kepada orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang beragam,” ujarnya.

Ia juga menekankan agar dalam menggunakan media sosial selalu mengedepankan toleransi. ”Bertoleransi di media sosial yakni menghargai perbedaan pendapat serta tidak membuat, menyebarkan pesan atau konten yang dapat memicu perselisihan dan konflik SARA,” jelas Buddy.

Narasumber lainnya, Ketua Badan Antar Gereja Kota Surakarta, Pdt. Anthon Karundeng, S. Th, mengatakan, beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam bertoleransi dan berdemokrasi di media sosial, yakni: empati – keadaan mental di mana seseorang merasakan pikiran, perasaan atau keadaan yang sama dengan orang lain.

Kemudian sopan, jujur, bijaksana, dan tidak menyebarkan berita bohong atau hoaks. Jujur bisa didefinisikan sebagai hati yang lurus, tidak berdusta atau berkata apa adanya. Sedangkan bijaksana adalah bisa memilah manakah informasi yang penting, dibutuhkan, dan bermanfaat untuk diketahui, serta mana yang sebaiknya diabaikan.

”Hoaks atau berita bohong itu berupa informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya, dan parahnya banyak orang langsung percaya,” ucap Pdt. Anthon.

Dipandu moderator Zacky Ahmad, webinar yang diikuti 287 peserta ini juga menghadirkan narasumber A. Firmannamal (praktisi kehumasan, Kementerian Sekretariat Negara RI), Septyanto Galan Prakoso (dosen HI UNS), dan Puteri Indonesia Perdamaian 2018, Dilla Fadiela, selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article