Minggu, Mei 12, 2024

Putri Ariani yang bernyali

Must read

Anak-anak para pesohor, sering berada dalam mental-block yang tercipta dari relasi dengan ortunya. Tanpa menjadi sahabat, sebagaimana Ganjar-Atikoh dengan Alam Ganjar, tak mudah mendapatkan anak muda yang bebas dari tekanan, dan punya konfidensi yang tinggi, serta bukan cupet ati atau jengkelan. Gibran yang sering ‘dilecehkan’ sebagai anak Presiden, akhirnya jadi defensif, dan pilih-pilih ngobrol dengan siapa jadi agak sedikit rileks. Tidak suntrut, sinis, atau songong. Tak sadar bahwa dia adalah pejabat publik.

Putri Ariani, dengan kemandiriannya, mampu menciptakan sistem nilai sendiri. Hingga menjadikannya mandiri. Ia tak kurang suatu apa. Dari sisi religiusitas, orang bisa mengatakan penglihatan Putri dibebaskan dari dosa-dosa visual. Nggak kayak kita yang akhir-akhir ini banyak melihat postingan dengan kaum hawa yang papa, karena pakaiannya yang minimalis, dan bahkan robek-robek di sekitar paha dan dada.

“You leave me in the dark/ I’m stumbling around like I’m a question mark/ Wondering if you’re around to catch me if I fall/ If I come crashing to the wall//” suara Putri terasa lebih naratif dibanding ketika ‘Hero’ dibawakan oleh Sasha Alex Sloan dalam versi awalnya bersama Allan Walker.

Siapakah pahlawan kita, yang kan menyelamatkan kita dalam kehancuran dan keterpurukan? Kalau dalam petuah-petuah Putri Ariani, yang punya kelebihan dalam pitch perfect, yakni dapat mengidentifikasi not musik dengan sempurna hanya dengan mendengar;

We are able, we are capable, we are equal. Karena kita mampu, kita bisa, kita sama. Mengubah in secure menjadi bersyukur. Nggak ada lagi diskriminasi karena berdasar stereotipe anak Presiden atau anak gelandangan.

Putri sungguh bernyali, ketika pertama kali berdiri di panggung AGT 2023 lalu. Ia ingin meraih kemenangan. Ia ingin menjadi diva dunia. Ia ingin menangkan Grammy Award. Ia usianya 17 tahun. Bukannya malu-malu tapi mau. Bukannya nggak jelas nolak tapi nunggu keputusan MK. Bilangnya aja kesusu mulu, tapi mbujuki relawan untuk masuk jurang.

Itu sebabnya penting melihat dengan hati, bermusik dengan rasa. Karena musik itu, kata kata Plato, adalah hukum moral. Musik itu, kata Paulo Coelho, adalah ideologi. Musik itu, kata Ludwig van Beethoven komponis agung yang tuli, wahyu yang lebih tinggi daripada semua kebijaksanaan dan filsafat.

Tapi kalau ada yang takut pada musik, ya, karena dia penakut. Kalau dia pemberani, pasti bukan penakut. (Sunardian Wirodono)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article