Minggu, April 28, 2024

Skandal IKN

Must read

Catatan Farid Gaban

Saya mengernyitkan dahi ketika pada Mei 2019 Presiden Jokowi mengatakan tidak akan memakai dana publik (APBN) untuk menunaikan ambisinya membangun ibukota baru. Presiden mengatakan akan sepenuhnya memanfaatkan uang investor swasta, asing maupun domestik.

Pikir saya: ini mau membangun ibukota yang (seharusnya) menjadi simbol kedaulatan negara atau sedang menggadaikan/menjual negara?

Dahi saya mengernyit lebih dalam ketika pada Januari 2020, Presiden Jokowi menetapkan tiga wakil investor internasional menjadi Dewan Pengarah pembangunan ibukota baru. Mereka adalah: Syekh Mohammed bin Zayed Al Nahyan (Uni Emirat Arab), Masayoshi Son (CEO Softbank) dan Tony Blair (mantan Perdana Menteri Inggris).

“Beliau-beliau ini punya reputasi baik di dunia internasional,” kata Presiden Jokowi kala itu.

Reputasi baik?

Saya kurang tahu seberapa kualified Softbank. Tapi investor tajir atau kaleng-kaleng, Softbank adalah perusahaan swasta. Sama seperti swasta lain, asing maupun domestik, motif Softbank adalah mencari profit.

Bagaimana dengan Uni Emirat Arab?

Sebuah NGO internasional Financial Action Task Force (FATF) menempatkan UAE dalam daftar “abu-abu” negeri yang menjadi surga pencucian uang. Artinya, tidak bersih-bersih amat.

Secara geopolitik, UAE adalah proxy Israel di Dunia Arab/Islam. Investasi tidak pernah bebas dari urusan politik juga. Lewat UAE, Israel potensial menyetir kebijakan luar negeri Indonesia.

Tony Blair?

Di negerinya sendiri, Blair disebut sebagai penjahat perang Irak (mendukung agresi Amerika dengan berbohong Saddam Hussein punya senjata pemusnah massal).

Media di Inggris, termasuk the Financial Times, sudah banyak membeberkan sepak terjang yayasan dan aktivitas Blair setelah turun dari jabatan PM.

Pada 2016, terbit buku: “Blair Inc – The Power, The Money, The Scandals” (John Blake Publishing Ltd). Dalam sengketa Arab-Israel, Tony Blair memanfaatkan diri sebagai lobbyist, mengambil untung dari kedua pihak.

Bagaimanapun, dalam soal IKN, kesalahan utama terletak pada Presiden Jokowi, bukan salah Son, Sheikh Mohammed, maupun Tony Blair.

Kesalahan ada pada Presiden Jokowi yang demikian ngebet pengin punya legacy lewat pembangunan ibukota baru sampai-sampai harus menjual negeri dan dirinya, termasuk mengangkat tokoh-tokoh internasional yang justru bermasalah.

Kini, Softbank sebagai investor utama sudah mundur. Dan Pemerintahan Jokowi menelan ludahnya sendiri: memakai dana APBN untuk pembangunan IKN.

Baca juga: Softbank cabut dari proyek IKN

Dilihat dari perspektif lain ini lebih benar: membangun ibukota baru dengan dana publik sendiri, ketimbang dana investor (Softbank maupun Sinar Mas). Tapi, masalahnya, tidakkah masih banyak prioritas lain yang harus dibiayai?

Ambisi meninggalkan legacy di tengah kesulitan anggaran adalah seperti emak-emak yang ngebet beli tas Hermes (atau bapak-bapak ngiler beli sedan Alphard) tak peduli anaknya sakit dan kurang makan.

Ambisi itu kini bahkan punya konsekuensi politik yang makin jauh: ngebet minta perpanjangan masa jabatan.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article