Sabtu, Mei 4, 2024

Mau nego dengan Tuhan, mengelak kematian prematur?

Must read

#SeninCoaching:

#Lead for Good: It’s about your mindset and choice  

Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

Menulis bagi saya merupakan upaya menunda kematian.” – Profesor Salim Said

Salim Said mengucapkan kalimat itu dalam salah satu percakapan di Institut Peradaban, lembaga yang didirikannya bersama pakar hukum Prof. Jimly Asshiddiqie dkk. di Jakarta. Sebagai political scientist terpercaya di ASEAN, Salim Said sudah melahirkan sejumlah buku. Di antaranya Militer Indonesia dan Politik; Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi; Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian; Genesis of Power; Legitimizing Military Rule.

Apakah kita punya peluang negosiasi dengan Tuhan, agar kematian bisa di-reschedule seperti menjadwal ulang meeting? Salim Said, juga umumnya kita plus kalangan ulama dan pendeta, rasanya mustahil dapat memberikan konfirmasi. Jadwal kematian merupakan hak prerogratif Tuhan. Apa Sampeyan berani dan bisa intervensi minta diubah?

Pernyataan Bung Salim, panggilan akrabnya, “Menulis merupakan upaya menunda kematian,” dapat kita maknai sebagai contoh salah satu cara terpuji dan berkeadaban dalam bersiasat menghadapi Waktu.

Pertanyaan mendasar yang belakangan beredar di dunia adalah “How to slow down time”. Bisa jadi ini ekspresi kalangan manusia yang setiap hari (membiarkan diri) diteror hiruk-pikuk “kerja”, yaitu orang-orang yang belum mampu memilah antara kesibukan dengan produktivitas, efektivitas.

Atau sesungguhnya itu karena dorongan segolongan lain yang sungguh ingin tahu tentang Waktu agar mampu menyikapinya secara lebih cerdas.

Bagaimana kita menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh, make big strides toward a life well-lived, memberikan kontribusi positif pada kemanusiaan, agar kapan pun saatnya tiba, kematian hadir dengan indah, sebagai sebuah keniscayaan. Bukankah umumnya kita ingin begitu? Supaya ajal tidak seperti mendadak menjemput kita menuju — menurut komunitas Indian dalam Winnetou, Dr. Karl May – ke Kawasan “Padang Perburuan Abadi”. 

Selain itu, yang juga perlu kita simak, adanya kecenderungan manusia menghakimi diri mereka sendiri sehingga mengalami kematian prematur — mungkin juga sia-sia. Terkait urusan ini, Becca Levy dari Yale School of Public Health melakukan riset. Responden diminta memberikan pernyataan Benar atau Salah untuk tiga hal: 1. Old people are helpless; 2. As I get older, things in my life will get worse; 3. I have less pep this year than I did last year

Becca Levy memantau dan merekam perkembangan kesehatan mereka selama 40 tahun. Hasilnya, kelompok yang memilih Benar untuk ketiga hal tersebut diatas, atau punya mindset negatif terhadap usia, berpeluang mengalami serangan jantung atau stroke dua kali lipat dibanding yang memilih Salah atau punya mindset positif seiring bertambahnya usia. 

Lewat studi lebih dalam didapati cerita, orang-orang dengan fixed negative view tentang usia mereka tercatat meninggal 7,5 tahun lebih awal dibandingkan golongan yang berpikiran terbuka dan menyambut masa depan tanpa curiga, legowo.

Bagaimana melambatkan pergeseran waktutermasukmenunda kematian”? Perjalanan ke luar angkasa, menjauh dari gravitasi Bumi, diyakini memperlambat perjalanan waktu. Ini peristiwa fisika, bisa jadi sebuah ilusi. Sebagaimana Einstein pernah mengatakan, “People like us who believe in physics know that the distinction between past, present, and future is only a stubbornly persistent illusion.

Di luar itu ada cara lain yang menurut perspektif kita dapat melambatkan gerakan waktu. Kalangan peneliti sepakat, mengeskpose diri ke pengalaman-pengalaman dan lingkungan baru, selalu ber-hijrah, selalu mengaktifkan daya pikir dan kemampuan menyesuaikan diri, secara aktual dapat menjadikan waktu terasa melambat. Kematian pun jadi “tertunda”.

Survei Gallup tentang Kesehatan dan Kesejahteraan saat pandemi menyergap manusia di pelbagai belahan dunia, antara lain menyimpulkan: “Intellectually curious persons are much more likely to have high wellbeing and to be found in high-wellbeing communities. A key aspect of wellbeing, learning and doing interesting things enhances life satisfaction and reduces the odds of suffering from boredom, sadness and clinical diagnoses of depression.”  

Apa siasat Anda menghadapi Waktu?

Ini soal bagaimana menata kembali mindset, pilihan-pilihan aktif untuk terus terbuka menjalani pembelajaran, eksperimen, pertumbuhan, perubahan, dan kepedulian berkontribusi kepada komunitas. Satu langkah di setiap penggalan masa. Banyak literatur tentang reinventing yourself, tanpa ada batasan usia, dalam kondisi lingkungan dan realitas seperti apa pun. Kita selalu punya pilihan untuk membentuk identitas baru. Sekaligus menerima kenyataan, mustahil menata ulang masa yang sudah lewat.

Dalam konteks kepemimpinan, para pihak yang mengelola organisasi (bisnis, nonprofit, serta institusi pemerintahan, apalagi pendidikan) dan memimpin tim, rasanya perlu menyadari, pribadi yang menolak berubah dan tumbuh, akan dianggap tidak relevan dengan kekinian oleh para stakeholder mereka.

Jika setiap helaan nafas adalah peluang pertumbuhan, setiap momen, menjalani, mereguk, dan memaknai hidup ke-Sekarang-an, living in the Now, mindfulness, selalu eling lan waspada, adalah kesempatan meningkatkan nilai setiap tahap usia Anda.

Mohamad Cholid is Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com) &Head Coach at Next Stage Coaching.

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment (GLA 360)
  • Certified Global Coach Group Coach & Leadership Assessment.   

Alumnus The International Academy for Leadership, Germany.

Books: https://play.google.com/store/search?q=senincoaching&c=books

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528

Please contact Ibu Nella + 62 85280538449 for consultancy schedule

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article