Minggu, Mei 19, 2024

Muhammad TWH, wartawan pejuang yang jadi “pustakawan”

Must read

Selain itu, di ruang tengah nampak dipajang foto para gubernur Sumatera Utara. Sejak gubernur pertama: Sutan Muhamad Amin Nasution (1 Juni 1948) sampai Gubsu sekarang ke-18 Letjen Edy Rahmayadi (5 September 2018).

Masih ada tumpukan dokumentasi yang disusun saja di meja. Mungkin karena sudah tidak ada ruang atau tempat di mana dokumentasi itu bisa dipajang.

Kondisinya memang tampak sesak. Tentu, karena pelbagai keterbatasan. Semua urusan kepustakawan terutama terkait pemeliharaan semua koleksi penting dan langka itu tampaknya masih diurus seadanya. “Semua keperluan untuk museum pers itu masih dibiayai dengan uang pribadi Pak TWH,” kata Ronny Simon.

Hal yang agaknya perlu mendapat perhatian pihak terkait. Sebab, ini berkaitan dengan pemeliharaan dokumentasi bersejarah. Jika, tak segera diurus dan dirawat secara profesional, semua koleksi tadi bisa rusak.

Pemilik museum sendiri cukup menyadari ihwal itu. Makanya, sambil terus asyik mengurus perpustakaan museum persnya, dia tetap berharap suatu ketika akan ada Museum Pers Sumatera Utara yang lebih representatif yang dibiayai negara.

TWH sendiri meski pun selalu duduk di kursi roda, tetap saja terus hidup aktif. Membaca, menulis dan menerima tamu di perpustakaannya. Ada saja tamu, wartawan, pejabat, akademisi dan mahasiswa yang mampir ke museum persnya.

“Kebanyakan tamu adalah para mahasiswa yang mau menyusun skripsi,” tambah Ronny Simon, Ahli Pers, yang sekarang jadi wakil ketua pengelola Museum Pers Sumut.

Baca juga: Etika Dewan Pers

Sejak dibuka tiga tahun lalu, tercatat sekitar 2.000 tamu sudah mampir ke museum tersebut. “Pak Wagub Musa Rajekshah dan Walikota Medan Bobby Nasution sudah pernah berkunjung ke mari,” tukas Ronny Simon.

Tapi, yang paling membesarkan hati TWH adalah ketika dia menerima seorang perempuan Belanda yang mau melakukan penelitian untuk disertasi doktoralnya. “Dia memberitahu saya. Bahwa dia menemukan ada 10 buku saya sekarang disimpan di perpustakaan di Universitas Leiden, Belanda,” cerita TWH.

Sebuah kredit poin lain untuk Wartawan Pejuang kita.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article