Minggu, Mei 5, 2024

#Mampu memilih itu kemewahan

Must read

#SeninCoaching

#Lead for Good: The glory of the choice

Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach

Yogya digoyang gempa bumi berkekuatan 6.4 Skala Richter, yang berpusat di laut selatan Jawa, 86 km barat daya Kabupaten Bantul, DIY. Bangunan-bangunan tinggi bergetar, termasuk hotel tempat kami menginap.

Jum’at (30 Juni) malam itu, menjelang jam 20.00, saya tengah menikmati nasi gudeg komplit di kamar kami, lantai enam Hotel Tentrem, ketika tiba-tiba meja  bergerak-gerak. Idris, anak bungsu kami, tengah bersender di sofa dekat jendela. Di koridor depan kamar terdengar orang-orang berlarian, gaduh.

Waktu seperti berhenti. Di antara hiruk-pikuk di luar kamar, mendadak hening menyergap. Inikah saatnya Tuhan akan mengakhiri perjalanan hidup kami?

Saya memilih tidak ikut berlarian keluar kamar. Berhenti makan gudeg sejenak, mengingat kekuasaan dan rahman rahim Tuhan, lalu nyambung menikmati nasi, krecek, dan dada ayam lagi.

Pertimbangan saya mungkin naif, sehingga memilih merespon goncangan gempa dengan mengingat Tuhan, tetap duduk, berdo’a, dan meneruskan makan gudeg. Hotel ini kelihatan kokoh, pemiliknya perusahaan besar di industri perawatan kesehatan yang selama ini reputasinya bagus. Mestinya mereka sudah memperhitungkan daya tahan bangunan saat gempa, pikir saya. Ini Yogya, tidak jauh dari lempengan dasar laut selatan Jawa yang rentan dan di utara ada Gunung Merapi, yang juga bisa mendadak tidak stabil.

Teknologi fondasi gedung-gedung tinggi agar dapat merespon goncangan gempa secara relatif lebih aman sudah dikembangkan sejak 1980-an, antara lain di Jepang. Berdasarkan kalkulasi nalar yang terbatas, kalau pun hotel roboh, kami berharap bisa jatuh ke kolam renang jauh di bawah jendela.

Perhitungan lain yang membuat saya tetap di kamar adalah karena sesungguhnya kita ini selalu diberi peluang oleh Tuhan untuk memilih.

Dalam hal ini memilih meninggal dalam keadaan tengah bersyukur menikmati gudeg atau wafat dalam kondisi panik berjubel dengan banyak orang lain? Atas izin Tuhan, saya bisa memilih yang pertama.

Pertimbangan saya, Tuhan kita saat hidup dan ketika kelak meninggal tentunya sama, Dzat Yang Tidak Berawal dan Tidak Berakhir. Bukankah jarak hidup dan kematian juga dekat, bahkan bisa dalam satu tarikan nafas?

Mungkin sebagian dari Anda setuju, kemampuan dan kemerdekaan memilih bisa merupakan salah satu bentuk kemewahan di dunia. Barangkali keleluasaan memilih lebih penting setelah “kemerdekaan finansial” (yang ternyata, dalam sejumlah kasus, akibat salah interpretasi, malah bisa memenjarakan orang dalam ilusi baru). Maaf, orang yang tengah tergeletak di ranjang dan bernafas pun perlu dibantu mesin, apakah bisa punya pilihan?

Kebebasan memilih sebagai kemewahan dunia juga bisa jadi parameter apakah kita benar-benar eksis sebagai diri kita sendiri, bahwa kita sungguh engaged dengan kehidupan. Bahwa kita tetap ikhlas menyatu dengan gerak hidup sebagaimana anugerah Tuhan, sambil terus berkutat meningkatkan kualitas diri dalam profesi masing-masing dan di usia berapa pun.

Di sisi lain, dalam kenyataan sehari-hari, bukankah di antara kita, teman, saudara, tetangga, bahkan mungkin juga atasan kita, sering sulit mengambil keputusan atau bermasalah untuk memilih?

Apa ini indikasi bahwa mereka tengah kehilangan kemerdekaan? Mungkin saja kemerdekaan mereka sebagai manusia sedang dibajak oleh kepentingan politik, uang, syahwat, dan urusan jangka pendek lainnya.

“…. think of the glory of the choice! That makes a man a man. A cat has no choice, a bee must make honey. There’s no godliness there.” John Steinbeck, East of Eden (terbit pertama 1952).

Kata-kata John Steinbeck “think the glory of choice. That makes a man a man,” mengingatkan kita betapa kemegahan memilih ini rasanya pantas diraih oleh jiwa-jiwa yang merdeka, engaged dalam tujuan-tujuan mulia ikut menata kehidupan bersama lebih baik, di organisasi dan di masyarakat, dengan segala perbedaan di antara kita.

Ada dua kata penting di sini: kemerdekaan memilih dan engaged.

Dalam perspektif Peter Drucker, management guru yang telah berkontribusi signifikan dalam perkembangan organisasi bisnis, pemerintahan, serta non-profit pasca Perang Dunia II sampai belakangan ini, tahapan penting peradaban manusia yang mesti dicatat sejarawan bukanlah perkembangan teknologi, internet, atau e-commerce. Tapi perubahan subtansial dan cepat jumlah manusia yang mampu menentukan pilihan.

Dengan kata lain, kemampuan dan kemerdekaan memilih berpeluang menjadikan keberadaan kita bagian dari kemajuan peradaban.

Sebaliknya, perilaku malas memilih, mudah pula terpicu (memberikan respon tanpa pertimbangan matang) oleh suatu kejadian lantas ikut arus massa, sebagaimana sering kita lihat, sungguh mencemaskan. Karena itu mengarah pada kemandegan berpikir. Mungkin secara fisik dan finansial mereka tampak hebat, tapi adakah jaminan jiwa mereka tidak tersesat?

Pola pikir dan perilaku mereka terombang-ambing di antara banjir informasi berbagai peristiwa, mencandu gossip offline atau online, hanyut dalam serial drama di layar gadget dan tv mereka.

Umumnya orang-orang seperti itu senang dan fasih bercerita tentang orang lain tapi gagap mengungkapkan diri sendiri. Tidak mau membangun narasi yang lebih baik tentang diri masing-masing. Hidup mereka seperti menjadi bagian dari masa lalu orang lain – padahal orang yang mereka bicarakan tersebut, artis atau selebritas politik, hampir dapat dipastikan tidak memikirkan mereka.

Mereka seperti berpijak di atas buih-buih ilusi, mungkin sebagian halusinasi.

Bahaya besar apa yang Anda bayangkan terjadi jika perilaku mudah ikut arus tersebut melanda orang-orang yang memimpin tim, organisasi, masyarakat, negara, atau para pelaku usaha?

Untuk membebaskan diri dari pola hidup sangat berbahaya tersebut, kita rasanya perlu berlatih dan berupaya selalu being engaged.

Kenapa?

Dalam banyak konteks, engagement merupakan the most admirable state of being, kata Marshall Goldsmith, # 1 executive coach di dunia, penulis 30-an buku tentang perilaku kepemimpinan. Bentuk sederhana engagement dalam kehidupan sehari-hari antara lain ketika anak atau ibu Anda, serta mitra kerja, menyatakan bahwa Anda selalu ada setiap saat mereka butuhkan.  

Kenapa tingkat engagement ikut menentukan kualitas kemanusiaan kita, di level the most admirable state of being, sebagai profesional atau dalam kapasitas sebagai anggota keluarga dan bagian komunitas?

Engaged lebih dari sekadar aware. Aware adalah kita menyadari situasi, kejadian-kejadian, serta urusan utama di sekitar kita dengan kesadaran penuh. Kalau engaged, lebih jauh lagi, kita juga berpartisipasi aktif di dalamnya.

Engagement adalah hasil terbaik, finest end product, dari perubahan perilaku orang dewasa.

Orang-orang yang terlatih engaged dengan realitas, selalu menghindari jebakan kesenangan ilusif, semu, yang makin menggila lewat media sosial, umumnya akan lebih berpeluang leluasa memilih langkah di setiap tikungan hidup. Ini dapat kita simak utamanya saat seseorang berinteraksi dengan rekan kerja, keluarga, para pelanggan, dan dengan komunitasnya.

Dalam konteks bisnis, di organisasi-organisasi yang sehat biasanya selalu ada asesmen untuk mengukur engagement seluruh anggota tim secara berkala. Orang-orang yang engaged, sebagaimana para eksekutif yang bekerja sangat efektif, sadar betul jatah waktu 24 jam sehari dari Tuhan dipakai untuk menghasilkan apa.

Kata Peter Drucker, “Effective executives, finally, make effective decision. They know that this is, above all, a matter of system – of the right steps in the right sequence.”

Untuk mengukur diri sendiri, bernyalikah kita setiap hari bertanya: Did I do my best to be engaged? Sudahkah berupaya sungguh-sungguh menjadi pribadi yang lebih efektif selama masih tinggal di Bumi ini?

Mohamad Cholid is Member of Global Coach Group (www.globalcoachgroup.com)    

Alumnus The International Academy for Leadership, Germany.

Books: https://play.google.com/store/search?q=senincoaching&c=books

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528

Please contact Ibu Nella + 62 85280538449 for meeting/concultation schedule

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article