Jumat, Mei 3, 2024

Usulan penundaan pemilu bukan demokrasi, tapi tirani!

Must read

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Direcyor PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Usulan penundaan pemilu, atau kudeta konstitusi, terus bergulir. TSM. Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Alasan penundaan disiapkan secara meyakinkan. Melalui Lembaga survei dan think-tank Indonesia Laboratorium 2045 (Lab 45).

Lembaga survei mengatakan 70 persen lebih rakyat Indonesia sangat puas dengan kinerja Jokowi. Kemudian Lab 45 mengatakan mesin big data mereka mernangkap isu masyarakat ingin masa jabatan presiden diperpanjang.

Kemudian, tahap selanjutnya adalah sosialisasi. Ini tugas Bahlil, Menteri Investasi/Kepala BPKM, dan Ketua Umum Partai Politik (parpol): PKB, PAN dan Golkar.

Usulan kudeta konstitusi mendapat penolakan luas dari masyarakat, termasuk parpol lain seperti PDIP, Nasdem, Demokrat, PKS dan Gerindra. Karena usulan penundaan pemilu melanggar konstitusi yang berlaku, melanggar kedaulatan rakyat. Dapat dicap sebagai pengkhianat kedaulatan rakyat.

Terkait ini, Presiden Jokowi, DPR/MPR dan Mahkamah Konstitusi harus bertindak tegas untuk menegakkan marwah konstitusi. Presiden harus memberhentikan Menteri yang terlibat kudeta konstitusi, DPR/MPR harus mencopot pejabat pengusul kudeta konstitusi, dan Mahkamah Konstutusi membekukan atau membubarkan Partai Politik yang terlibat kudeta Konstitusi, karena anti Pancasila dan anti UUD.

Akhirnya, Jokowi bersuara juga. Beliau mengajak semua pihak, termasuk dirinya, untuk tunduk, taat dan patuh pada Konstitusi. Sangat melegakan. Semua elemen masyarakat wajib taat pada ajakan ini.

Tetapi, pernyataan Jokowi berikutnya bikin kening berkerut. Sepertinya ada pihak-pihak yang mau menjerumuskan presiden, dengan mengatakan usulan penundaan pemilu tidak bisa dilarang karena merupakan demokrasi.

Maaf, pak Jokowi. Menurut hemat saya, pernyataan ini sangat berbahaya. Usulan melawan hukum dan konstitusi seharusnya bukan bagian dari demokrasi. Tapi bagian dari tirani. Khususnya usulan menunda pemilu. Bisa diartikan mau melanggengkan kekuasaan, tanpa pemilihan umum, yang menjadi cikal bakal otoriter.

Bayangkan, Pak Jokowi. Orde Baru saja selalu melaksanakan pemilu tepat waktu, setiap lima tahun sekali. Tapi, sekarang Bapak mau membiarkan usulan liar dan melawan hukum ini bergulir tanpa terkendali? Sangat bahaya.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article