Minggu, Mei 5, 2024

GeNose dapat mendeteksi Covid-19?

Must read

Ditulis oleh Siti Aisah, peserta Health Fellowship Tempo yang didukung oleh Facebook.

Dalam satu bulan terakhir, bermunculan sejumlah alat tes yang diklaim mampu mendeteksi virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. Alat-alat itu diharapkan bisa menjadi opsi lain dari tes cepat (rapid test) dan tes polymerase chain reaction (PCR). Salah satu alat yang ramai diperbincangkan adalah GeNose C19. 

Tapi sejumlah ahli khawatir adanya alat tes berbasis embusan napas ini justru membuat masyarakat tidak ragu untuk bepergian. Ditambah lagi, tersebar misinformasi di media sosial yang mengklaim bahwa GeNose dapat mendeteksi Covid-19 dalam waktu 10 detik dengan tingkat akurasi hingga 99 persen.

  • GeNose adalah alat pendeteksi Covid-19 buatan Universitas Gadjah Mada yang didanai oleh Badan Intelijen Negara serta Kementerian Riset dan Teknologi. Alat ini sudah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan. GeNose disebut mampu mengidentifikasi SARS-CoV-2 dengan mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas. Tingkat akurasi GeNose diklaim mencapai 97 persen. GeNose juga disebut bisa mendeteksi Covid-19 dalam waktu kurang dari 2 menit.
  • Kementerian Perhubungan berencana memakai GeNose di terminal dan stasiun. Rencana ini telah mengantongi restu dari Satgas Penanganan Covid-19. Namun, menurut beberapa ahli, rencana tersebut hanya akan memperpanjang masalah klasik, yakni tes salah sasaran. “Bila ditambah lagi GeNose, ini akan menambah kekhawatiran Menteri Kesehatan, di mana sasaran penanganan dan pengetesan tidak tepat sasaran dan tidak efektif,” kata Anggota Dewan Pakar Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra.
  • Hermawan mengingatkan, meski akurasi GeNose tampak tinggi, alat ini baru efektif jika individu yang dites memenuhi beberapa syarat, salah satunya tidak merokok atau mengkonsumsi makanan yang berbau menyengat beberapa waktu sebelumnya. Jika dipakai untuk skrining populasi yang luas, hampir bisa dipastikan akan ada banyak hasil yang keliru karena pasti tidak semua orang memenuhi syarat itu. Selain itu, Hermawan khawatir alat ini justru membuat masyarakat tidak ragu bepergian ke luar kota.
  • Merujuk pada registri studi peneliti GeNose, menurut NIHR Felow dari Department of Biostatistics and Health Informatics King’s College London Ihsan Fadilah, desain penelitian GeNose untuk penapisan Covid-19 di komunitas tidak representatif. Jika tujuannya untuk penapisan, seharusnya yang menjadi subjek penelitian adalah kontak erat atau suspek Covid-19 di masyarakat. Sementara dalam fase 1, peneliti menggunakan 43 subjek positif Covid-19 dan 40 subjek negatif Covid-19.
  • Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro berencana mengganti tes Covid-19 bermetode swab atau usap dengan metode saliva. Sejumlah lembaga kini tengah melakukan penelitian terhadap metode tersebut. Metode saliva merupakan tes spesimen SARS-CoV-2 lewat air liur, berbeda dengan swab yang memerlukan cairan dari permukaan tonsil atau dinding posterior faring. Menurut Bambang, metode saliva tidak memerlukan ekstraksi atau pemurnian asam nukleat atau RNA virus sehingga diklaim lebih cepat dan nyaman daripada tes swab.
  • Meskipun begitu, sensitivitas tes Covid-19 dengan metode saliva 3,4 poin persentase lebih rendah dibandingkan dengan swab nasofaring. Di antara orang-orang yang sebelumnya terkonfirmasi positif Covid-19, sensitivitas dengan metode saliva 1,5 poin persentase lebih tinggi ketimbang dengan swab nasofaring. Sementara di antara orang-orang tanpa diagnosis Covid-19 sebelumnya, sensitivitas metode saliva lebih tinggi 7,9 poin persentase daripada swab nasofaring. Metode ini disebut bisa menjadi alternatif yang lebih murah ketimbang tes usap.
Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article