Jumat, Mei 3, 2024

Pledoi dan kritik untuk Ade Armando

Must read

Meski tak sependapat dengan sebagian besar pandangannya tentang agama, menurut saya, Ade tidak layak disebut “menista/menghina Islam”. Dia hanya punya pendapat/penafsiran tentang Islam yang berbeda dari Muslim kebanyakan.

Hal yang sama berlaku untuk pernyataan-pernyataan tokoh JIL yang jauh lebih liberal. Mereka punya tafsir berbeda. Dan berbeda tidak layak disebut menista.

Perbedaan penafsiran tentang Islam sudah ada sejak dahulu kala dan akan terus ada. Karena itu pula, menurut saya, perbedaan tafsir agama tidak perlu dipikirkan/didiskusikan terlampau serius. Cukup diterima sebagai perbedaan secara rileks.

Saya tidak menolak tentang kemungkinan dialog antar-mazhab/pemikiran serta upaya menyamakan persepsi. Tapi, menurut saya, itu sebaiknya dilakukan dalam forum yang lebih terbatas.

Bukan untuk mengamini sikap elitis. Menurut saya, diskusi tentang agama, yang seringkali sensitif, perlu dibekali pengetahuan yang memadai. Ade Armando, seperti juga saya, tidak menguasai Bahasa Arab. Apalagi soal tarikh (sejarah) atau jurisprudensi Islam. Saya sendiri akan cenderung menahan diri untuk mendiskusikan ini di ruang publik.

Tuntutan pengetahuan yang cukup itu juga berlaku bagi saudara-saudara Muslim lain yang ingin menyanggah/menghujat Ade Armando dan JIL. Tak cukup hanya dengar dari ustadz anu atau ini.

Dalam debat agama, otoritas Ulil Abshar Abdalla masih mending dibanding Ade dan saya. Ulil pintar Bahasa Arab dan dia membaca kitab-kitab kuning tradisi NU. Tapi, bahkan Ulil pun sekarang nampak menyadari betapa diskusi agama ala JIL dulu, yang bergaya polemik kontroversial di ruang publik, tidaklah produktif.

Apalagi ketika tergelincir ke dalam sinisme dan nada melecehkan pihak lain. Alih-alih menciptakan kesalingpahaman dan toleransi, itu justru memicu spiral konflik yang makin tajam. Dalam situasi seperti itu, masing-masing pihak akan diseret ke pandangan-pandangan yang makin ekstrim, dengan konsekuensi luas.

Pandangan-pandangan substansial Ulil sebenarnya tetap sama. Tapi, kini dia memakai metode, tema dan tone yang lebih soft (bukan combative) sehingga menemukan audiens lebih luas, bahkan dari kalangan yang dulu tak menyukainya. Saya salah satunya. Dulu kami sering bertengkar berkaitan sikap JIL, tapi beberapa tahun lalu saya menghadiri pengajian Ihya yang diselenggarakan Ulil di Wonosobo, dan dia mampir ke rumah kami.

Saya tidak tahu persis mengapa sebaliknya Ade Armando belakangan lebih “cari musuh” dibanding Ulil dalam isu agama. Tapi, saya menduga ini lebih berkaitan dengan politik.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article